REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Keuangan mengatakan Lapindo Brantas Inc dan PT Minarak Lapindo Jaya baru membayar cicilan utang mereka kepada pemerintah sebesar Rp 5 miliar.
"Sejauh ini pembayaran yang pernah dilakukan adalah pada Desember 2018 sebanyak Rp 5 miliar," kata Direktur Jenderal Kekayaan Negara (Dirjen KN) Kemenkeu Isa Rahmatarwata dalam Rapat Kerja Komisi XI DPR RI dengan Kementerian Keuangan di Jakarta, Selasa (2/7).
Isa menyebutkan utang Lapindo Brantas dan PT Minarak Lapindo Jaya sekitar Rp 731 miliar ditambah bunga sebesar empat persen.
Dia mengatakan Kementerian Keuangan sampai saat ini tetap meminta Lapindo Brantas dan PT Minarak Lapindo Jaya untuk memenuhi kewajiban-kewajiban mereka untuk membayar kembali dana pinjaman yang diperoleh dari pemerintah sesuai ketentuan dalam perjanjian yang dicapai pada Juli 2015.
Dalam perjanjian tersebut dinyatakan bahwa utang harus lunas pada Juni 2018. Namun, sampai saat ini, Lapindo Brantas dan PT Minarak Lapindo Jaya baru memenuhi kewajiban pembayaran cicilan utang pada Desember 2018, sebesar Rp 5 miliar.
Utang tersebut berasal dari pinjaman pemerintah untuk melunasi pembayaran tanah dan bangunan warga yang terkena dampak lumpur di Sidoarjo.
Untuk mendorong pemenuhan kewajiban berdasarkan perjanjian, Kementerian Keuangan terus mendorong sertifikasi tanah yang saat itu dibeli dari masyarakat dan saat ini sudah ada penyerahan sertifikat tanah, terutama di daerah tanggul seluas kurang lebih 44 hingga 45 hektare kepada Pusat Pengendalian Lumpur Sidoarjo (PPLS) Kementerian PUPR.
Saat ini juga sedang ada proses sertifikasi tanah di daerah lain di sekitar area terdampak kurang lebih seluas 44 hingga 45 hektare. Terkait pertanyaan apakah sertifikasi tanah tersebut sudah cukup atau tidak dalam pemenuhan kewajiban pembayaran utang, Kementerian Keuangan mengatakan hal tersebut harus melalui proses audit dan evaluasi terlebih dahulu.