REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Institute for Development of Economics and Finance (Indef) mendorong masyarakat mencari alternatif bahan pokok pangan saat memasuki musim kemarau. Langkah ini diperlukan lantaran komoditas supplay beras akan berkurang saat memasuki kemarau.
Ekonom Indef Rusli Abdullah mengatakan musim kemarau berdampak pada menurunnya produksi pangan di sejumlah daerah. Hal ini dikhawatirkan mengakibatkan harga pangan seperti beras melambung tinggi.
"Musim kemarau akan menganggu suplai beras dan akan berkurang sekaligus muncul kenaikan harga. Masyarakat juga harus mencari alternatif bahan pokok pangan," ujarnya ketika dihubungi Republika.co.id, Selasa (2/7).
Menurut Rusli, pencarian alternatif bahan pokok pangan berupa diversifikasi karbohidrat. Selama ini, bahan pokok pangan yang dikonsumsi masyarakat hanya beras, padahal bisa digantikan seperti singkong, ubi dan kentang.
"Mendorong masyatakat melakukan diversifikasi pangan, agar tidak makan beras tapi diganti singkong," ucapnya.
Berdasarkan data Inarisk dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), risiko kekeringan di Indonesia mencapai 11,77 juta hektare tiap tahunnya atau berpotensi menimpa 28 provinsi. Untuk itu, Rusli meminta pemerintah perlu memantau daerah mana saja yang terdampak kekeringan dan menjaga pasokan pangan di daerah tersebut dengan menggunakan stok beras dari Bulog.
"Beras Bulog banyak melimpah dan bisa diupayakan dan disalurkan ke daerah yang terkena kekeringan," ucapnya.
Apalagi menurut Rusli saat ini pemerintah dapat memitigasi risiko bencana kekeringan dari data tersebut yang lebih valid dan akurat. Jadi, tidak ada alasan pemerintah membiarkan bencana kekeringan menimpa sejumlah daerah.
"Data beras sudah akurat dan valid dibandingkan tahun sebelumnya," jelasnya.