REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi I DPR RI dari Fraksi Nasdem Supiadin Aries Saputra tidak yakin Rancangan Undang-Undang (RUU) Perlindungan Data Pribadi bisa diselesaikan pada periode 2014-2019 yang hanya tersisa tiga bulan. Sebab, ia mengatakan, DPR RI masih belum menerima dari pemerintah.
"Saya tidak terlalu optimis selesai tahun ini karena masa kerja kita tinggal tiga bulam, sementara kita punya kerjaan RUU yang sudah masuk ke kita," kata dia di Kompleks Parlemen RI Jakarta, Rabu (3/7).
DPR masih menunggu rancangan dari pemerintah eksekutif terkait undang-undang yang dinilai krusial untuk melindungi data pribadi warga negara. Komisi I belum menerima RUU data pribadi yang merupakan inisiatif pemerintah tentang perlindungan data pribadi.
"Kan pmerintah maunya cepat tapi sampai hari ini belum diserahkan pada DPR, lalu bagaimana mau cepat," kata dia.
Supiadin memprediksi, pembahasan RUU ini akan memakan waktu yang lama. Sehingga, ia memprediksi, RUU ini baru bisa dilanjutkan untuk dibahas oleh DPR RI periode 2019-2024.
"Tergantung mekanisme di baleg dan mekanisme di prolegnas (program Legislasi nasional), apakah memungkinkan usulkan jadi Prolegnas 2020 atau melanjutkan karena belum selesai," ujar dia.
RUU ini telah didiskusikan di DPR RI bersama sejumlah pemangku tanggung jawab terkait selama tiga tahun terakhir. Supiadin mengatakan, fraksi-fraksi pun telah menyadari pentingnya undang-undang ini seiring dengan berkembangnya teknologi komunikasi terutama berkembangnya media sosial.
Menurut Supiadin, sampai hari ini masih terdapat kebocoran kebocoran data pribadi. Supiadin mengatakan, bila hal ini tidak terkontrol dengan baik maka bisa terjadi keterbukaan data dan memicu munculnya kejahatan-kejahatan, misalnya perbankan.
Karena itu, lanjut dia, secara mendasar RUU ini dianggap perlu. Namun secara prosedural, RUU ini masih ada di Kementerian Komunikasi, dan Infomatika (Kemenkominfo).
"Jadi RUU ini saya katakan penting, bagi perlindungan data pribadi kita masing-masing, karena kita semua pasti punya kepentingan pribadi yang tidak ingin diketahui rahasia itu oleh orang lain, terutama yang berkaitan dengan masalah perbangkan," ujar dia.
Kementerian Komunikasi dan Informati (Kemenkominfo) mengakui tercecernya aturan untuk melindungi data pribadi. Kendala itu menyebabkan pengesahan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (PDP) memakan waktu panjang.
Dirjen Aplikasi Informatika (Aptika) Kemenkominfo Samuel Abrijani mengungkapkan, semangat PDP sebenarnya sudah dimiliki sejumlah lembaga pemerintah. Namun, tiap lembaga punya aturan masing-masing yang terkait PDP. Sehingga Kemenkominfo mesti menyinkronkan aturan yang tersebar itu.
"Ada 32 aturan perlindungan data pribadi, tetapi tercecer dan perlu disatukan. Sudah dibahas dari 2012, tetapi Dukcapil, bidang kesehatan, ngomong sendiri-sendiri. Maka, kami sinergikan," katanya, Rabu (2/7).