REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Struktur pemerintahan yang sudah Islam sepenuhnya membuat perkembangan Islam maju pesat di Malaka. Dari rajanya yang telah Islam, kemudian instruksi ke bawah yang berlaku adalah yang sesuai dengan nilai-nilai Islam.
Sebagai tempat persinggahan, di Malaka banyak didirikan masjid-masjid, terutama di daerah pesisir. Masjid ini menjadi pusat pendidikan Islam dan menjadi tempat berlangsungnya berbagai kegiatan Islami dan membuat komunitas sendiri. “Tak hanya di pesisir Malaka, Islam kemudian merambah ke pedalaman hingga ke gunung-gunung di semenanjung Malaya ini,” kata Dien.
Penghubung antara daerah pesisir dan wilayah di pegunungan ini adalah sungai. Peran sungai kala itu menjadi sangat besar karena sebagai alat transportasi termudah untuk menjangkau daerah pedalaman, juga menjadi sarana penyebaran Islam.
Hingga kini, Islam melekat pada semua budaya orang Melayu. “Karena masyarakatnya homogen, jadi Islam mudah diterima, mudah disebarkan, dan menjadi kuat. Bahkan, Islam menjadi menjadi salah satu ‘ciri khas’ orang Melayu,” jelasnya.
Pengamat budaya Melayu, Mahyudin Al Yudra, mengatakan, ada beberapa faktor yang membuat Islam begitu kuat mengakar pada jati diri orang Melayu, termasuk orang di Kesultanan Malaka. Islam adalah agama yang inklusif, sangat terbuka pada berbagai hal, yang masih menghargai tradisi yang berkembang di daerah tersebut. “Jadi, tidak langsung main embat dan memusnahkan budaya sebelumnya,” ujarnya.
Islam bisa mengakomodasi tradisi dan budaya lokal. Jika sebuah adat tersebut tidak bertentangan dengan ajaran Islam, yaitu akidah dan tauhid, adat tersebut bisa terus dilakukan. “Inilah mengapa masyarakat setempat bisa merasa enjoy dengan kedatangan Islam,” katanya.
Sifat egaliter dan populis yang dibawa oleh Islam juga disambut baik oleh penduduk setempat. Terutama, bagi yang sebelumnya menganut Hindu yang terpaku pada kasta. Ketika datang Islam dengan ajarannya bahwa di mata Allah semuanya sama, jelas ini menarik para penganut Hindu sebelumnya, terutama bagi yang tidak merasa nyaman dengan pembagian kelas sosial berdasarkan kasta tersebut.
Islam juga mengajarkan budaya tulis-menulis. Itulah mengapa Malaka menjadi pusat kebudayaan Islam yang banyak menghasilkan banyak buku, seperti ratusan ribu naskah dan manuskrip yang ditulis dengan Arab Melayu. Adanya tulisan Arab Melayu yang masih dipakai hingga kini membuktikan bahwa pendidikan menjadi satu hal yang penting dikembangkan dalam penyebaran Islam di Kesultanan Malaka.
Banyak bentuk akulturasi dan asimilasi antara Islam dan budaya sebelumnya yang menghasilkan sebuah budaya baru yang hingga kini dipakai dan disebut sebagai budaya Melayu. “Islam begitu menghegomoni masyarakat Melayu,” katanya