Kamis 04 Jul 2019 14:44 WIB

Merapi dan Merbabu akan Didaftarkan Jadi Cagar Biosfer Dunia

Pendaftaran Merapi, Merbabu, dan Menoreh sebagai cagar biosfer akdilakukan September.

Rep: Wahyu Suryana/ Red: Yudha Manggala P Putra
Lanskap Gunung Merapi yang mengeluarkan asap sulfatara dengan latar depan Gunung Merbabu terlihat udara Jawa Tengah, Selasa (17/5).
Foto: Antara/Wahyu Putro A
Lanskap Gunung Merapi yang mengeluarkan asap sulfatara dengan latar depan Gunung Merbabu terlihat udara Jawa Tengah, Selasa (17/5).

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Gunung Merapi, Merbabu, dan Menoreh akan didaftarkan sebagai cagar biosfer dunia ke Unesco. Pendaftaran akan dilakukan September 2019 mendatang.

Baik Merapi, Merbabu, dan Menoreh tentu saja diharapkan disetujui dalam sidang Man and The Biosphere Programme International Coordinaating Council (MAB-ICC) Unesco 2020.

Itu sudah dibahas dalam pertemuan Gubernur DIY dengan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Rombongan langsung dipimpin Ketua Komite Nasional Man and Biosphere Unesco Indonesia.

Cagar Biosfer sendiri merupakan laboratorium alam yang didukung research science dan pendidikan. Sehingga, memiliki harmonisasi antara manusia dengan lingkungannya.

Ketua Komite Nasional Man and Biospher Unesco Indonesia sekaligus Deputi Bidang Ilmu Pengetahuan Hayati LIPI, Enny Sudarmonowati menekankan, semua pihak yang ada harus memberikan dukungan.

"Dan ini sangat baik sebagai modal pengelolaan berkelanjutan dan pengelolaan multi pihak, mencakup dua provinsi dan 9 kabupaten serta melibatkan NGO, perguruan tinggi, pemda dan lain-lain," kata Enny, Selasa (2/7).

Ia menyampaikan, program yang telah dirancang dan direncanakan selama dua tahun ini akan jadi yang pertama di Jawa Tengah dan DIY. Sedangkan, untuk nasional akan menjadi ke-17.

Usulan program ini harus dilengkapi dengan management plan untuk 10 tahun mendatang. Management plan sendiri harus dibuat dengan melibatkan mulai LHK, PU, Pariwisata dan dinas-dinas terkait.

Enny menjelaskan, Merapi, Merbabu dan Menoreh dipilih karena syarat-syarat cagar biosfer. Salah satunya, adanya keunikan bio diversity, bio geografi, kultur dan ekosistem.

Selain ada flora dan fauna yang unik, harus ada pula potensi pengembangan-pengembangan berkelanjutan. Serta, logistic resource berupa riset science technology education.

Bagi Enny, Merapi, Merbabu dan Menoreh memenuhi syarat-syarat tersebut. Sehingga, pengajuan ini diharapkan akan mendapatkan persetujuan dari Unesco.

"Ini yang sedang dikemas teman-teman, bagaimana bisa disetujui Unesco karena memang tidak mudah untuk mendapatkan persetujuan ini," ujar Enny.

Nantinya, luas cagar biosfer ini 250.000 hektare dengan kawasan inti hanya sekitar 12.000 hektare. Serta, ditetapkan sebagai zona inti merupakan kawasan konservasi yang biasa dikelola KLHK.

Sedangkan, zona buffer dan zona transisi akan dikelola pemerintah daerah. Karenanya, Enny meminta dukungan Pemda DIY membentuk badan khusus pengelola cagar biosfer.

"Termasuk menyusun 10 tahun management plan, dan saya benar-benar memastikan harus semua pemangku kebijakan ikut dengan pengelolaan berkelanjutan," kata Enny.

Menurut Enny, usulan itu sudah mendapat sambutan baik Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengku Buwono X. Namun, perlu diperhatikan ego struktural wilayah-wilayah terkait atas usulan tersebut.

Namun, bila nantinya diterima Unesco, akan menjadi jaringan cagar biosfer dunia. Sri Sultan disebut optimis masalah itu akan dapat terselesaikan karena akan menjadi perhatian dunia.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement