REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT Bank Mandiri Persero Tbk menaikkan target pertumbuhan kredit menjadi 12 persen secara tahunan atau year on year (yoy) pada 2019 dari rencana sebelumnya di kisaran 11 persen (yoy). Kenaikan target ini karena menggeliatnya permintaan kredit dari segmen korporasi yang diklaim tidak terpengaruh dampak perang dagang.
"Sebelumnya kami di Rencana Bisnis Bank (RBB) memasang di bawah 12 persen. Sekarang kami meningkatkan ke12 persen. Revisi RBB itu belum final, perlu diajukan dan disetujui Otoritas Jasa Keuangan (OJK)," kata Direktur Keuangan Bank Mandiri Panji Irawansebelum rapatKomisi XI DPR di Gedung DPR Jakarta, Kamis (4/7).
Kenaikan target pertumbuhan kredit itu, menurut Panji, karena rencana bisnis debitur korporasi swasta berjalan sesuai rencana sepanjang semester I 2019 ini. Dia melihat potensi meningkatnya permintaan kredit akan terlihat di semester II 2019, dan akan menopang pertumbuhan kredit perseroan secara keseluruhan.
Selain korporasi swasta, kata Panji, permintaan kredit dari BUMN, dan juga Kredit Usaha Rakyat (KUR) juga memberi andil signifikan dalam penyaluran kredit Mandiri. "Kredit juga meningkat dari State Owned Enterprises (BUMN) dan KUR," ujar dia.
Menggeliatnya kredit korporasi kepada Bank Mandiri bertolakbelakang dengan proyeksi berbagai kalangan termasuk regulator OJK. OJK sebelumnya menyebutkan bahwa akan timbul tekanan terhadap permintaan kredit karena eskalasi perang dagang antara AS dan China sepanjang tahun 2019 ini.
OJK di depan Komisi XI DPR bahkan merevisi target pertumbuhan kredit tahun 2019 ini menjadi 9-11 persen dari sebelumnya 10-11 persen. "Dampak perang dagang belum begitu terasa buat kami. Lagi pula kami lihat debitur segera memperluas ekspornya untuk mengakali dampak perang dagang," ujar Panji.
Di sisi lain, perseroan membantah terkait adanya potensi pengetatan likuiditas pada tahun ini. Meskipun pertumbuhan Dana Pihak Ketiga Mandiri kurang begitu menggembirakan di kuartal I 2019, Panji mengatakan Mandiri masih memiliki sumber likuiditas yang memadai dari instrumen non-konvensional seperti surat utang, ditambah dengan keringanan regulasi penurunan Giro Wajib Minimum (GWM) rupiah dari Bank Indonesia.
"Kami tidak ada masalah di likuiditas," ujar dia.
Adapun di kuartal I 2019, Mandiri mengantongi laba bersih sebesar Rp 7,2 triliun atau tumbuh 23,4 persen (yoy) dibandingkan kuartal I-2018 dengan raihan laba sebesar Rp 5,9 triliun.
Penopang utama pertumbuhan laba Bank Mandiri di paruh pertama tahun ini adalah pendapatan bunga yang tumbuh sebesar 15,05 persen (yoy) menjadi Rp 22,0 triliun.