REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Aplikasi LinkAja atau sistem pembayaran uang elektronik hingga pertengahan 2019 telah memiliki sekitar 25 juta pengguna. Aplikasi dompet elektronik (e-wallet) ini baru resmi diluncurkan pada 30 Juni 2019.
"Jumlah pengguna teregistrasi sekarang sekitar 25 juta. Target kami tidak muluk-muluk, melainkan bisa menjangkau masyarakat yang telah memperoleh layanan internet," kata chief marketing officer (CMO) LinkAja, Edward Kilian Suwignyo di Jakarta, Kamis (4/7).
Ia mengatakan total 25 juta pengguna tersebut tentu masih jauh dibandingkan 200 juta lebih masyarakat Indonesia yang sudah terjangkau layanan komunikasi seluler. Namun, ia berharap LinkAja ke depan dapat terus tumbuh menjangkau para pengguna internet atau setidaknya total pengguna saat ini dapat berlipat ganda hingga akhir 2019.
"Kami tidak menargetkan jangkauan tersebut secepatnya, tapi masyarakat segera menyadari kemudahan yang kami berikan," kata dia.
Terkait besaran transaksi yang telah diperoleh LinkAja setelah diluncurkan, pihaknya enggan untuk menjawab hal tersebut. Menggunakan layanan LinkAja sama halnya dengan masyarakat memiliki uang dalam dompet. Bedanya, hal ini jauh lebih mudah dan praktis.
Kalau menyimpan uang dalam dompet, kata dia, masyarakat perlu melakukan tarik tunai terlebih dahulu kemudian melakukan pemenuhan kebutuhan sehari-hari ke berbagai lokasi.
Sementara itu, dengan menggunakan LinkAja, satu aplikasi dapat meliputi berbagai macam aspek pembayaran dan pembelian yang masyarakat perlu lakukan.
"Ini hanya masalah kebiasaan. Nanti setelah orang-orang terbiasa menggunakan layanan ini, maka itu akan menjadi sebuah perubahan kebiasaan," ujar dia.
Apalagi, kata dia, dengan bergabungnya banyak BUMN dengan layanan LinkAja, hal itu menjadi sebuah sinergi yang sangat menarik. Sebab, BUMN yang bergabung meliputi bidang industri yang beraneka ragam termasuk jaringan dan komunikasi.
Sinergi dengan BUMN tersebut tentunya memungkinkan LinkAja untuk memberikan berbagai macam layanan pada masyarakat sebab masing-masingnya memiliki kekuatan yang berbeda. "Dulu jika butuh A pakai aplikasi A, butuh B pakai aplikasi B, akhirnya orang bukan lebih mudah melainkan semakin rumit," kata dia.
Sehingga, jika seluruh kebutuhan disatukan dalam satu aplikasi tentu akan saling melengkapi dan benar-benar memberikan kemudahan kepada masyarakat.