REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Imam Nahrawi mengakui ia memberikan disposisi kepada terdakwa kasus dugaan suap dana hibah dari pemerintah untuk KONI, Mulyana. Disposisi tersebut terkait dengan mekanisme persetujuan terhadap proposal yang masuk.
Imam mengutarakan hal tersebut ketika menjadi saksi dalam sidang dugaan suap dana hibah untuk KONI di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (4/7). Imam bersaksi untuk Mulyana yang merupakan mantan deputi IV Bidang Peningkatan Prestasi Olahraga Kementerian Pemuda dan Olahraga Mulyana.
Pada sidang tersebut, jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mencecar Imam terkait dengan pemberian dana hibah dari Kemenpora ke KONI.
"Apakah benar, Anda tahu tahun 2018 ada pemberian dana hibah atau proposal dari KONI Pusat ke Kemenpora yang ditujukan untuk peningkatan prestasi ?" tanya Jaksa KPK Ronald F Worotikan kepada Imam Nahrawi.
"Ya pada tahun 2018 tanggal 6 Desember saya liat ada di meja kerja saya setelah itu saya tahu," kata Imam Nahrawi.
Jaksa pun menanyakan apakah Imam pernah memberikan disposisi kepada terdakwa Mulyana. "Mengenai pengajuan dana hibah pasti ada mekanismenya. Jelaskan mekanisme pihak ketiga yang minta dana hibah?" tanya Jaksa Ronald.
"Lazimnya pihak ketiga ajukan surat baik ditukukan langsung ke menteri, Deputi, maupun Sesmen, nanti disitu kami disposisi. Setelah surat itu masuk ke KPA sudah barang tentu mereka akan lakukan verifikasi," kata Imam.
"Benar Anda disposisi ke Mulyana surat 6 Desember itu?" tanya Jaksa Ronald lagi.
"Iya," jawab Imam.
Imam menjelaskan, segala bentuk setiap surat pengajuan proposal dari masyarakat atau pihak lainnya akan disetujui atau disposisi menteri atau jajarannya dalam proses persetujuan.
"Kepada masyarakat kami berikan dana yang meminta jadi setiap masyarakat yang ajukan permohonan doal olahraga kami fasilitasi sepanjang dananya tersedia di Kementerian," jelas Imam.
Sebelumnya, dalam kasus suap dana hibah KONI dari Kemenpora ini, Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta menjatuhkan vonis 2 tahun 8 bulan penjara dan dihukum membayar denda Rp100 juta subsider 2 bulan kurungan terhadap Sekretaris Jenderal KONI Ending Fuad Hamidy. Hamidy terbukti telah menyuap pejabat Kemenpora untuk memuluskan proses pencairan dana hibah.
Dalam amat putusannya, majelis hakim meyakini uang senilai Rp11,5 miliar mengalir kepada Imam. Uang suap terkait dana hibah Kemenpora kepada KONI itu diserahkan Hamidy kepada Imam melalui Miftahul dan staf protokol Kemenpora, Arief Susanto.
Miftahul menerima uang sejumlah uang. Rinciannya, Rp2 miliar pada Maret 2018 yang diserahkan di kantor KONI, Rp500 juta diserahkan pada Februari 2018 di ruang kerja Sekjen KONI, dan Rp 3 miliar melalui Arief Susanto yang menjadi orang suruhan Ulum.
Kemudian, Rp3 miliar kepada Ulum di ruang kerja Sekjen KONI pada Mei 2018 dan penyerahan Rp3 miliar dalam mata uang asing. Uang diserahkan sebelum lebaran di Lapangan Tenis Kemenpora pada 2018.
Meski Imam dan Miftahul membantah menerima uang, menurut hakim, pemberian uang itu diakui oleh para terdakwa dan saksi lainnya. Hamidy terbukti menyuap Deputi IV Bidang Peningkatan Prestasi Olahraga Kementerian Pemuda dan Olahraga Mulyana, pejabat pembuat komitmen (PPK) pada Kemenpora Adhi Purnomo dan staf Kemenpora Eko Triyanta.
Hamidy melakukan praktik kotor itu bersama-sama dengan Bendahara KONI Johny E Awuy. Hamidy dan Johny terbukti memberikan 1 unit Toyota Fortuner hitam dan uang Rp300 juta kepada Mulyana. Selain itu, Mulyana mendapatkan kartu ATM debit BNI dengan saldo Rp100 juta.
Johny dan Hamidy juga memberikan ponsel merek Samsung Galaxy Note 9 kepada Mulyana. Selain itu, Hamidy juga memberikan uang Rp215 juta kepada Adhi Purnomo dan Eko Triyanta.