Jumat 05 Jul 2019 04:54 WIB

KPK Cecar Politikus PDIP Soal Penganggaran KTP-El

Politikus PDIP mengaku tak tahu adanya pembahasan penambahan anggaran KTP-el.

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Ratna Puspita
Anggota Komisi II DPR RI, Arif Wibowo.
Foto: Republika/Raisan Al Farisi
Anggota Komisi II DPR RI, Arif Wibowo.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus melengkapi berkas kasus dugaan korupsi proyek pengadaan KTP berbasis elektronik (KTP-el) dengan tersangka Anggota Komisi VIII DPR Markus Nari. Terkait kelengkapan berkas Markus Nari, KPK meminta keterangan anggota DPR Fraksi PDI Perjuangan, Arif Wibowo, Kamis (4/7).

Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan, Arif dimintai keterangan dalam kapasitas sebagai sesama anggota Komisi II DPR saat proyek KTP-el bergulir. "Penyidik mendalami keterangan para saksi terkait proses penganggaran proyek Kartu Tanda Penduduk Berbasis Nomor Induk Kependudukan Secara Nasional (KTP Elektronik) di DPR RI," kata Febri dalam pesan singkatnya, Kamis.

Baca Juga

Usai diperiksa, Arif mengaku dicecar mengenai rapat pembahasan anggaran proyek pengadaan KTP-el. "KPK mempertanyakan rapat-rapat di Komisi II sesuai dokumen yang ada. Menyangkut kebijakan, menyangkut anggaran, umum saja semuanya," kata Arif.

Arif mengklaim tidak mengetahui adanya pembahasan penambahan anggaran untuk proyek bernilai Rp 5,9 triliun tersebut. Menurutnya, penambahan anggaran dibahas di badang anggaran (Banggar) DPR."Saya tidak hapal, karena itu kaitannya di Banggar," ujarnya.

Mantan ketua DPR Setya Novanto yang telah divonis bersalah dalam kasus ini mengatakan Arif menerima 350 ribu dollar AS dari cawe-cawe proyek tersebut. Menurut kesaksian Novanto dalam sidang, uang itu diterima Arif melalui terpidana Sugiharto selaku mantan direktur Pengelolaan Informasi dan Administrasi Ditjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri.

Sejauh ini, lebih dari 113 saksi diperiksa untuk Markus Nari dri berbagai unsur. Dalam perkara KTP-el ini KPK sudah mengantarkan tujuh orang ke dalam penjara. Tujuh orang tersebut dinilai hakim terbukti melakukan kerugian negara Rp 2,3 triliun dari proyek sebesar Rp 5,9 triliun.

Dua mantan pejabat Ditjen Dukcapil Kemendagri Irman dan Sugiharto yang masing-masing divonis 15 tahun penjara, mantan ketua DPR Setya Novanto juga 15 tahun penjara, pengusaha Andi Narogong 13 tahun penjara, dan Anang Sugiana Sudihardjo seberat 6 tahun penjara.

Sedangkan Irvanto Hendra Pambudi dan Made Oka Massagung masing-masing 10 tahun penjara. Sementara itu, Markus Nari masih menjalani proses penyidikan.

Ini merupakan status tersangka kedua bagi Markus. Markus Nari juga dijadikan tersangka dalam kasus merintangi proses hukum. Markus diduga menekan mantan anggota Komisi II DPR Miryam S Haryani agar memberikan keterangan tidak benar pada persidangan.

Markus Nari juga diduga memengaruhi terdakwa Irman dan Sugiharto pada persidangan kasus KTP-el. Markus dijerat dengan Pasal 21 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement