Jumat 05 Jul 2019 15:44 WIB

KKP: Tagih Tagih Komitmen Industri Serap Garam Lokal

Mekanisme impor garam saat ini tak lagi memerlukan rekomendasi dari KKP.

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Friska Yolanda
Pekerja menaikkan garam rakyat ke atas truk di Desa Bunder, Pamekasan, Jawa Timur, Kamis (20/6/2019).
Foto: Antara/Saiful Bahri
Pekerja menaikkan garam rakyat ke atas truk di Desa Bunder, Pamekasan, Jawa Timur, Kamis (20/6/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) meminta Kementerian Perindustrian (Kemenperin) untuk mengawasi industri dalam melakukan penyerapan garam lokal. Pada tahun lalu, pelaku aneka industri telah meneken perjanjian bersama para petambak garam untuk melakukan penyerapan garam lokal. 

Direktur Jenderal Pengelolaan Ruang Laut KKP, Brahmantya Setyamurti Poerwadi, mengatakan perlu adanya perjanjian ulang antara sektor industri dan petambak dalam melakukan penyerapan garam lokal selama setahun ke depan. Hal itu untuk memegang komitmen industri menggunakan garam yang telah diproduksi petambak. 

Baca Juga

"Kami mendorong adanya perjanjian industri yang membutuhkan garam lokal dengan petambak. Tak hanya itu, Kemenperin juga harus punya data garam yang ada di industri," kata Brahmantya kepada Republika.co.id, Jumat (5/7). 

Menurut dia, saat ini KKP sudah bekerja sama dengan Badan Pusat Statistik dan 23 pemerintah kabupaten kota yang menjadi sentra garam dalam melakukan pencatatan produksi garam lokal. Karena itu, ia menilai dari segi data pergaraman lokal sudah valid.

Namun, Kemenperin sebagai lembaga yang membawahi seluruh sektor industri pengguna garam juga harus melakukan hal yang sama. Dengan adanya data tersebut, kontrol terhadap industri dapat lebih ketat. Terutama ketika melakukan penyerpaan garam lokal maupun ketika menggunakan garam impor. 

"Seharusnya Kemenperin punya catatan stok garam di tangan, kan mereka yang mengatur industri. Kami KKP tidak punya wewenang terhadap industri," ujarnya. 

Selain persoalan pengawasan dan data garam yang digunakan industri, Brahmantya menyinggung soal kebijakan impor garam industri tengah berlaku. Ketentuan impor garam industri saat ini tidak lagi memerlukan rekomendasi dari KKP. Mekanisme tersebut setelah berlakunya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 9 Tahun 2018 tentang Tata Cara Pengendalian Impor Komoditas Perikanan dan Pergaraman.

Lewat PP itu maka setiap kebutuhan industri untuk garam impor akan ditentukan langsung oleh Kementerian Perindustrian dan diajukan izinnya kepada Kementerian Perdagangan. Oleh sebab itu, Brahmantya meminta agar kemudahan impor garam industri itu juga disertai dengan pengawasan terhadap aliran impor garam industri. 

Sebab, impor garam yang dikhususnya untuk industri akan rawan bocor ke pasar dan dikemas sebagai barang konsumsi. Hal itu bakal berdampak pada sulitnya garam lokal untuk bersaing di pasar.

"Tolong impor-impor itu diperhatikan, kehati-hatian. Masyarakat juga kalau menemukan indikasi kebocoran laporkan saja. Ada Satgas Pangan," kata dia. 

Lebih lanjut, KKP pun meminta Kemenperin segera membuat klasifikasi industri yang diperbolehkan menggunakan garam impor. Menurut Brahmantya, industri pengasinan ikan dan industri aneka pangan sebetulnya tidak diperbolehkan menggunakan garam industri. Lalu, yang tak kalah penting, mengatur jadwal impor garam agar tidak bersamaan dengan masa panen garam milik petambak. 

Direktur Jenderal Industri Kimia, Farmasi, dan Tekstil Kemenperin, Achmad Dwiwahjono berdalih, saat ini pihaknya sudah memiliki data garam yang digunakan oleh industri. Baik dari stok lokal maupun impor. Ia menyebutkan, total stok garam yang tersimpan di gudang industri saat ini jumlahnya mencapai 780 ribu ton. Jumlah itu berada di 55 industri yang terdiri dari bidang chlor alkali plant, farmasi, dan aneka pengolahan pangan. 

"Kita tidak bisa membuka data rinci karena juga menyangkut rahasia masing-masing perusahaan," ujarnya. 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement