REPUBLIKA.CO.ID, CIMAHI -- Sejumlah petani di Kampung Lebak Saat Girang, Kelurahan Cipageran, Kecamatan Cimahi Utara, Kota Cimahi ongkos produksi naik karena kemarau. Tidak hanya itu, area lahan pertanian yang dikelola juga mulai mengalami retak-retak karena kekurangan air.
Salah seorang petani, Jajang Rohendi, mengaku kemarau di wilayahnya sudah berlangsung sejak tiga bulan terakhir. Akibatnya, ia kekurangan air dan terpaksa membeli air agar tanaman yang ditanamnya seperti bunga kol, tomat, dan cabai tetap hidup dan bisa dipanen dengan baik.
"Sekarang buat nyiram tiga hektare lahan beli air. Ongkos produksi juga naik dari biasa Rp 50 juta sekarang jadi Rp 80 juta. Sudah balik modal juga alhamdulillah," ujar pria 29 tahun itu, Jumat (5/7).
Meski begitu, Jajang mengatakan hasil yang diperoleh saat musim kemarau cenderung menyusut. Menurutnya jika rata-rata memanen saat musim hujan bisa mencapai 50-80 ton per hektar maka saat ini hanya 20-25 ton per hektare.
Jajang menambahkan kualitas sayuran saat musim kemarau mengalami penurunan. Menurutnya, saat musim hujan bobot kembang kol bisa mencapai dua kilogram. Namun saat kemarau maksimal hanya satu kilogram.
Rina Rosdiana, salah seorang pendamping mengungkapkan musim kemarau biasanya lahan dikosongkan oleh petani karena tidak ada hujan. Menurutnya petani lebih memilih bekerja yang lain dan serabutan. "Kalau musim kemarau banyak yang kerja serabutan," katanya.
Dirinya menambahkan sebagian petani masih ada yang menanam sayuran. Namun pascadipanen biasanya dikosongkan lahan terlebih dahulu.