REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Amnesty International Indonesia menyesalkan putusan Mahkamah Agung (MA) terkait pengajuan peninjauan kembali (PK) yang dilakukan oleh terpidana kasus UU ITE, Baiq Nuril. Presiden Joko Widodo pun didesak untuk memberikan amnesti yang menurut mereka tak perlu menunggu korban untuk mengajukannya.
"Langkah ini (pemberian amnesti) tidak harus menunggu korban untuk mengajukannya," ungkap Peneliti Amnesty International Indonesia, Aviva Nababan, melalui keterangan persnya, Jumat (5/7).
Menurutnya, presiden, disertai pertimbangan DPR RI, dapat secara proaktif memberikan amnesti jika melihat adanya ketidakadilan terhadap seorang warga negara. Ia mengatakan, hal tersebut penting dilakukan oleh presiden sebagai upaya memberikan dukungan kepada para korban pelecehan seksual lain di Indonesia dalam menghadapi kasus-kasus kriminalisasi yang tidak seharusnya mereka alami.
Aviva mengatakan, penolakan PK Baiq Nuril ini membuktikan sulitnya korban pelecehan seksual mencari keadilan. Korban bukan saja direndahkan, tetapi dengan mudah dianggap sebagai sumber atau pelaku kejahatan. "Ke depan, penolakan PK ini dapat membuat korban lainnya dari pelecehan seksual atau kekerasan seksual akan semakin takut bersuara," jelas dia.