Sabtu 06 Jul 2019 04:24 WIB

Pemerintah Diminta Lobi Myanmar Soal Repatriasi Rohingya

Komnas HAM menilai hal itu menuntut dilakukan untuk mendorong stabilitas kawasan.

Rep: Riza Wahyu Pratama/ Red: Andi Nur Aminah
Pengungsi etnis Rohingya, Myanmar Hasan Ali (kanan) dibantu rekannya sesama pengungsi membawa barang-barangnya saat akan berangkat ke bandara untuk diterbangkan ke Amerika Serikat di lokasi penampungan, Medan, Sumatera Utara, Rabu (19/6/2019).
Foto: Antara/Irsan Mulyadi
Pengungsi etnis Rohingya, Myanmar Hasan Ali (kanan) dibantu rekannya sesama pengungsi membawa barang-barangnya saat akan berangkat ke bandara untuk diterbangkan ke Amerika Serikat di lokasi penampungan, Medan, Sumatera Utara, Rabu (19/6/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Komnas HAM, Ahmad Taufan Damanik mengatakan, pihaknya telah mendorong Pemerintah Indonesia untuk melobi Pemerintah Myanmar guna melakukan repatriasi. Hal itu menuntut dilakukan untuk mendorong stabilitas kawasan.

“Sebagai negara ASEAN Indonesia dapat berkomunikasi kepada Pemerintah Myanmar terkait pengungsi Rohingnya,” kata Ahmad Taufan Damanik, Jumat (5/7).

Baca Juga

Ia menganggap bahwa selama ini dorongan yang diberikan oleh Komnas HAM mendapatkan respons positif dari pemerintah. Ia menyontohkan, pada mulanya para pencari suaka dari Myanmar dibatasi keberadaannya di Indonesia selama satu tahun. Akan tetapi, atas dorongan Komnas HAM, limitasi tersebut dapat dihilangkan. “Bahkan anak-anak mereka dapat melanjutkan sekolah dengan seragam yang sama di Aceh dan Medan,” ujarnya.

Taufan menegaskan, Komnas HAM pada dasarnya memiliki peran untuk mendorong pemerintah dalam pemenuhan Hak Asasi Manusia. Oleh karena itu, Komnas HAM juga mendorong pemerintah untuk menerapkan prinsip-prinsip yang ada di konvensi internasional. Hal itu sebagai bentuk persiapan karena Indonesia belum meratifikasi konvensi terkait pengungsi.

“Indonesia memiliki peraturan terkait pengungsi, Perpres nomor 125 tahun 2016. Meskipun sebenarnya Indonesia belum meratifikasi Status Pengungsi 1951 dan Protokol Status Pengungsi 31 Januari 1967," ujarnya.

Pernyataan Ketua Komnas HAM tersebut disampaikan saat ia menggelar konferensi pers terkait kerja sama dengan UNHCR. Keduanya sepakat untuk meningkatkan layanan terhadap pencari suaka di Indonesia. Konferensi pers dilakukan di Kantor Komnas HAM, Jakarta Pusat.

Representative UNHCR (United Nations High Commissioner for Refugees) Thomas Vargas mengatakan, pihaknya memiliki dua program utama. Pertama, ia ingin anak-anak pencari suaka dapat mengakses pendidikan dasar.

“Setidaknya anak-anak pengungsi dapat sekolah dan mendapatkan ijazah. Sehingga mereka dapat menggunakan ijazah tersebut di kemudian hari,” kata Thomas.

Kedua, ia ingin para pencari suaka untuk dapat bekerja secara mandiri. Ia berpandangan, para pencari suaka dapat membagikan pengalaman dan pengetahuan kepada masyarakat di mana mereka tinggal.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement