Ahad 07 Jul 2019 04:04 WIB

Menjalankan Akad Nikah Saat Haid

Menikah adalah amalan yang menjadi penyempurna separuh agama Islam.

Rep: Zahrotul Oktaviani/ Red: Agung Sasongko
Menikah/ilustrasi
Menikah/ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --  Menikah adalah amalan yang menjadi penyempurna separuh agama Islam. Rasulullah SAW menyuruh setiap umatnya, baik lakilaki maupun perempuan, yang sudah baligh dan sehat akalnya untuk menikah. Pernikahan juga menghindarkan umat dari perbuatan zina dan tercela.

Pernikahan memiliki aturan dan syarat sahnya. Jika syarat-syarat ini tidak terpenuhi, pernikahan ini tidak sah di mata agama dan Allah SWT. Dari sekian banyaknya syarat yang ada, tidak ada yang melarang pernikahan seorang Muslimah yang sedang haid.

Syekh Muhammad bin Shalih al- Utsaimin menyebutkan, akad nikah wanita yang sedang haid adalah sah, tidak ada masalah. Hukum atau syarat utama akad adalah halal dan sah, kecuali ada dalil yang mengharamkannya. Sementara, tidak pernah ada dalil yang menyatakan haramnya akad nikah saat wanita sedang haid.

Rasulullah SAW disebut pernah marah ketika mendengar berita bahwa Abdullah bin Umar menalak istrinya yang sedang haid. Beliau memerintahkan Abdullah untuk rujuk kembali dan membiarkan sang istri tetap berstatus sebagai istri hingga suci dari haid, kemudian haid kembali dan suci dari haid. Setelahnya, terserah kepada Abdullah apakah ingin tetap mempertahankan istrinya atau menalaknya.

Hal ini berdasarkan firman Allah SWT dalam at-Thalaq ayat 1, "Hai Nabi, apabila kamu menceraikan istri-istrimu, maka hendaklah kamu ceraikan mereka pada waktu mereka dapat (menghadapi) idahnya (yang wajar) dan hitunglah waktu idah itu serta bertakwallah kepada Allah Tuhanmu. Janganlah kamu keluarkan mereka dari rumah mereka dan janganlah mereka (diizinkan) keluar kecuali mereka mengerjakan perbuatan keji yang terang."

Syekh Muhammad bin Shalih juga menyebutkan, meski pernikahan yang dilangsungkan dinilai sah, namun sang suami dilarang untuk melakukan hubungan badan hingga sang istri suci dari haidnya. Hal ini sesuai dengan sabda Allah SWT dalam al-Baqarah ayat 222, "Mereka bertanya kepadamu tentang haid. Katakanlah, 'Haid itu adalah kotoran.' Maka jauhilah diri kalian dari wanita ketika haid dan janganlah kalian mendekati mereka sebelum mereka suci. Apabila mereka sudah suci maka datangilah mereka di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu."

Untuk menghindari perbuatan yang tidak diinginkan, tidak sedikit yang menyarankan agar suami dan istri ini tidur di ruangan yang terpisah. Ini untuk menghindari salah satunya tergoda setan untuk melakukan hubungan suami-istri yang dilarang. Berpisah tempat tidur sementara lebih baik untuk menghindari hal yang dilarang oleh Allah SWT.

Usai melakukan akad, banyak pasangan yang melakukan shalat sunah bersama. Hal ini juga tidak boleh dilakukan oleh sang istri. Untuk menggantinya, sang suami bisa menjalankan shalat sunah sendirian kemudian memegang ubun-ubun sang istri sembari memanjatkan doa.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement