REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Sekejap, langit hitam yang menaungi areal Candi Prambanan berubah. Sorotan cahaya dari Rorojonggrang Stage berwarna biru dan merah saling silih berganti. Cahayanya memendarkan nuansa yang begitu anggun dan eksotis ketika repertoar Santorini disajikan Yanni dalam gelaran special show Prambanan Jazz Festival 2019, Sabtu (6/7) malam.
Karya klasikal inilah yang begitu dinantikan para penonton. Ketika repertoar instrumentalia ini disuguhkan, dari bangku penonton tampak ratusan telpon genggam diangkat ke udara untuk merekam momen langka, yakni sang maestro musik dunia tampil di Prambanan.
"Kalian sungguh luar biasa," puji Yanni. "Terima kasih, thank you," ucapnya dengan mencoba mendekatkan diri dengan berbahasa Indonesia.
Malam itu, Yanni -- sang filusuf musik asal Yunani -- telah menyublimasikan energi penuh intimasi kepada para penonton melalui 22 repertoar instrumentalia. Dengan kumis tebal dan gigi putih yang tampak tertata rapi, musisi bernama lengkap Yiannis Chryssomallis dengan penuh keakraban, sesekali menyapa dengan bahasa Indonesia. Ia pun tak sungkan menyampaikan kebahagiannya bisa tampil di Indonesia.
Bahkan, sebelum nomor One Man's Dream -- repertoar encore dari penampilan selama dua jam lebih -- Yanni sempat mengaku keinginannya untuk tampil di Indonesia telah menguatkan dirinya untuk lekas sembuh. Ya, Yanni memang sempat membatalkan kunjungan ke Indonesia pada Oktober lalu akibat insiden kecelakaan.
"Saya percaya mimpi itu akan menjadi nyata dan ternyata sekarang sudah menjadi nyata. Saya senang berada di sini," ujarnya.
Meski membawakan nomor-nomor instrumentalia namun tak ada sedikit pun rasa bosan yang terumbar. Yanni yang tampil dengan 11 musisi lintas negara telah berhasil memberikan tontonan yang terasa paripurna.
Sisi egalitarian juga ditampilkan oleh Yanni. Ia tak ingin menjadi sosok one man show di atas panggung dengan kostum putih yang terlihat mencolok. Layaknya tontonan musik jazz atau pementasan world music, Yanni memberikan pula panggung kepada para musisinya untuk unjuk gigi dalam menghibur penonton.
Sasha, violin yang malam itu berbalut baju berwarna biru, diberikan kesempatan memeragakan kemampuannya dengan sangat powerfull saat repertoar Felitsa tersaji. Felitsa merupakan karya klasikal yang dibuat Yanni untuk mengapresiasi sosok ibundanya. Karya ini seakan membius penonton lewat alunannya yang terasa melankolik dan sakral lewat lengkingan alunan biola berselaras dengan piano yang dimainkan Yanni.
Kesempatan lain diberikan juga kepada Alexandre untuk menunjukkan kepiawaiannya bermain cello. Di tengah repertoar Nightingale, menyisip pula suara sopran dari Lauren. Tanpa menghasilkan lirik lagu, wanita ini mampu membius penonton ketika ia mengiringi permainan piano dari Yanni.
Kemudian yang tak kalah menghibur dari aksi solo ditunjukkan juga oleh Charlie Adam. Sang penabuh drum yang tampil dengan jas, sukses membuat para penonton sesekali tersenyum. Simbal-simbal yang berada di perangkat setdrum tak hanya dipukul dari sisi atas saja tapi ia juga mampu memberikan suara menawan ketika dipukul dari sisi bawah. Ia pun tergolong sukses mengajak penonton untuk bertepuk tangan mengiringi ketukan ketukan perkusi yang dimainkannya.
Tak kalah serunya juga ditunjukkan ketika salah satu musisi violin asal Armenia diberikan panggung oleh Yanni. Gesekan violin itu seakan mengajak penonton menelusuri ruang sunyi agar bisa mengkontemplasikan dirinya sejenak.
Inilah kekuatan yang telah diberikan Yanni dalam konsernya yang bertajuk "25th Anniversary Acropolis". Kehadirannya di Prambanan -- situs cagar budaya dunia peninggalan umat Hindu -- seakan mengukuhkan sikap istiqomah konsep musik Yanni yang mengusung semangat 'One World, One Human'. Ya, Yanni memang telah merintis ikhtiar untuk memperkenalkan warisan kearifan budaya dunia lewat antaran musiknya yang penuh khidmat diberbagai tempat warisan budaya dunia.
Esensi musikal Yanni ini juga turut dirasakan oleh Pemimpin Forum Ulama Sufi Sedunia, Habib Luthfi. Ia dibuatnya terharu.
“Musik beliau patut untuk diapresiasi. Saya mengagumi beliau karena beliau adalah selaku pembaharu di dunia musik yang bisa mengkombinasikan berbagai jenis nuansa musik. Bisa mengambil dari Yunani, Timur Tengah, China dan lainnya menjadi sesuatu yang luar biasa. Itu menurut saya,” jelas Habib Luthfi.