REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kabar duka datang dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Sutopo Purwo Nugroho meninggal dunia di Guangzhou pada Ahad (7/7) dini hari WIB. Masyarakat Indonesia pun berduka atas perginya sang pengabar bencana terpecaya.
Dr. Sutopo Purwo Nugroho M.Si., APU lahir di Boyolali pada 7 Oktober 1969 dari pasangan Suharsono (75) dan Sri Rosmandari (65). Sutopo menamatkan pendidikan dari SD, SMP hingga SMA di Boyolali.
Setamat SMA, Sutopo kemudian melanjutkan pendidikannya di Universitas Gadja Mada jurusan Geografi, dan berhasil menjadi lulusan terbaik pada tahun 1993. Sutopo kemudian melanjutkan pendidikan untuk mendapat gelar S2 dan S3 di Institut Pertanian Bogor bidang Hidrologi.
Sutopo mulai bekerja di Badan Pengkajian dan Penelitian Teknologi (BPPT) pada tahun 1994. Saat itu, dia bertugas di bidang penyemaian awan. Tahun 2010, Sutopo mulai bekerja secara penuh di Badan Nasional Penanggulangan Bencana.
Banjir di Wasior, gempa dan tsunami di Mentawai dan erupsi Gunung Merapi, merupakan bencana besar yang pertama kali dihadapi saat dirinya bertugas sebagai Direktur Pengurangan Risiko Bencana di BNPB.
Masyarakat pun mulai terbiasa mendengar nama Sutopo sebagai pengabar bencana alam yang terpecaya. Melalui SMS, BBM dan Whatsapp, Sutopo selalu cepat dan tanggap memberikan informasi seputar bencana ke para pencari berita, sebelum kemudian informasi tersebut di sebar ke masyarakat.
Hal ini membuatnya dipercaya menjadi Kepala Pusat Data, Informasi dan Hubungan Masyarakat BNPB. Sutopo dikenal sebagai pejabat humas yang selalu bekerja dengan dedikasi tinggi. Kapanpun bencana alam di Indonesia terjadi, secepatnya dirinya akan selalu memberikan informasi yang lengkap, aktual dan terpercaya.
"pejabat Indonesia yang paling sering dikutip dalam berita selama bencana berlangsung" julukan The Straits Times untuk Sutopo. Masyarakat kemudian dikejutkan dengan berita sakitnya Sutopo pada Desember 2017 lalu.
Saat itu, Sutopo menduga dirinya menderita sakit jantung. Namun, dirinya terkejut saat melakukan medical check up ke RS Mitra Keluarga pada Januari lalu, dimana dirinya didiagnosis mengidap kanker paru stadium 4.
Masyarakat pun terkejut saat Sutopo mengabarkan perihal sakitnya pada 15 Februari 2018. Meski sakit, dedikasi Sutopo dalam bertugas sama sekali hampir tak terasa berkurang. Dirinya tetap turun ke lapangan dimana saja terjadi bencana, plus tetap mengabarkan perkembangan bencana kapan pun juga.
Awal tahun 2019, Sutopo mulai mengurangi aktivitasnya. Pada 4 Maret 2019, Sutopo mengatakan kanker sudah menyebar ke tulangnya, sehingga dirinya merasakan sakit yang luar biasa, dan sakit itu tidak bisa hilang meski dirinya sudah mengkonsumsi obat paling berat sekalipun. Ia pun menunjukan foto rotgen dirinya.
Dukungan dari seluruh lapisan masyarakat, berdatangan kepada dirinya untuk tetap bersemangat melawan kanker. Sutopo kemudian berangkat ke Guangzhou, Cina pada 17 Juni 2019. Dirinya bertujuan untuk melakukan pengobatan di St. Stamford Modern Cancer Hospital.
Rencananya, Sutopo akan menjalani perawatan selama kurang lebih satu bulan. Namun, Tuhan berkehendak lain, Sutopo Purwo Nugroho menghembuskan napas terakhir pada Ahad (7/7) dini hari, pukul 01.20 WIB atau 02.20 waktu Guangzhou.
Dari informasi yang diterima Republika.co.id, jenazah almarhum Sutopo akan tiba di Indonesia melalui Bandara Soekarno Hatta pada pukul 20.30 WIB. Jenazah akan disemayamkan terlebih dulu di Raffles Hills, sebelum kemudian diberangkatkan untuk dimakamkan di Boyolali.