REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Direktur Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Hilmar Farid mengatakan Ombilin coal minning heritage atau warisan tambang batubara Ombilin Sawahlunto harus dikelola bersinergi di antara pihak-pihak yang berkepentingan.
"Ke depan saya kira situs warisan dunia kita mesti dikelola multistakeholder jika tidak akan menimbulkan problem," kata dia di Jakarta, Ahad (7/7)
Adanya kepentingan daerah seperti pendapatan asli daerah (PAD) dan sebagainya bisa saja menghendaki proses lain seperti yang telah ditetapkan UNESCO. Ia mengatakan jika telah dinominasikan atau ditetapkan, maka semua pihak terkait termasuk pemerintah daerah harus sadar akan tanggung jawab dalam menjaganya.
Oleh sebab itu, beberapa daerah yang termasuk penetapan nominasi seperti Kota Padang, Kota Padang Panjang, Kabupaten Padang Pariaman, Kabupaten Tanah datar, Kota Solok, dan Kabupaten Solok harus bisa saling bersinergi.
Ditetapkannya tambang batu bara Ombilin Sawahlunto sebagai warisan dunia, pemerintah pusat maupun daerah memastikan harus mampu menjaga keutuhan dari situs tersebut secara efektif.
Hal itu dibuktikan dengan beberapa hal, pertama kebijakan di tingkat Kota Sawahlunto yang telah mengarah khusus menangani cagar budaya. Kedua, dari segi anggaran pemerintah provinsi dan kota sudah memiliki komitmen untuk berbagai keperluan.
"Ketiga pemerintah pusat memiliki unit sendiri direktorat warisan dan diplomasi budaya untuk menanganinya," kata dia.
Selain memastikan kerja sama multistakeholder, pemerintah juga telah membuat kesepakatan dengan PT Bukit Asam sebagai pemilik banyak lahan di kawasan tersebut.
Kesepakatan tersebut berisi agar PT Bukit Asam tidak mengaktifkan lagi atau menggunakan tambang di bagian utara situs untuk kepentingan produksi namun lebih ke sektor pendidikan dan pelatihan.
"Jadi tetap akan ada aktivitas tambang karena izin lokasinya untuk tambang," ujar dia.