Ahad 07 Jul 2019 16:43 WIB

Usut Rusuh 22 Mei, Polri Perlu Libatkan Tim Independen

Haris Azhar menilai penyelidikan yang dilakukan Polri sulit memenuhi objektivitas.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Andri Saubani
Kadiv Humas Polri Irjen Pol M. Iqbal (tengah) didampingi Kapuspen TNI Mayjen TNI Sisriadi (kiri) dan Kasubdit 1 Dittipidum Bareskrim Polri Kombes Pol Daddy Hartadi (kanan) usai memberikan keterangan pada wartawan terkait perkembangan kericuhan 21-22 Mei 2019 di Media Center Kemenko Polhukam, Jakarta, Selasa (11/6/2019).
Foto: Antara/M Risyal Hidayat
Kadiv Humas Polri Irjen Pol M. Iqbal (tengah) didampingi Kapuspen TNI Mayjen TNI Sisriadi (kiri) dan Kasubdit 1 Dittipidum Bareskrim Polri Kombes Pol Daddy Hartadi (kanan) usai memberikan keterangan pada wartawan terkait perkembangan kericuhan 21-22 Mei 2019 di Media Center Kemenko Polhukam, Jakarta, Selasa (11/6/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Lokataru Haris Azhar menyarankan kasus kerusuhan 22 Mei 2019 sebaiknya ditelusuri oleh tim independen. Ia merasa penyelidikan yang dilakukan oleh Polri sulit memenuhi kriteria objektivitas.

Haris merasa tim independen bakal lebih dipercaya publik bila diisi oleh orang-orang dari berbagai lembaga dan organisasi terkait. Dengan demikian, publik tak akan berpikir bahwa hasil penyelidikan dimanipulasi oleh kepolisian.

Baca Juga

"Masalah ini harusnya ada tim yang lebih independen untuk maju menjelaskannya, enggak bisa polisi sendiri. Polisi kalau begitu namanya hanya self-claim. Boleh saja, tapi kalau mau lebih objektif harus ada pihak lain," katanya pada Republika, Ahad (7/7).

Haris meminta kepolisian lebih transparan soal proyektil peluru yang menyebabkan korban tewas. Selama ini, polisi enggan membeberkan secara rinci perihal metode penyelidikan proyektil.

"Proyektil pelurunya mana? proyektilnya diambil diuji secara teknologi hasilnya keluar, otentifikasinya harus ada. Itu mengakibatkan apa, dari senjata mana harus ada. Perlu ditunjukan metode (penyelidikan proyektil) yang masuk akalnya," ujarnya.

Di sisi lain, ia menyayangkan kepolisian yang belum mampu menangkap pelaku penembakan. Padahal kepolisian memiliki kemampuan personel maupun teknologi guna mengungkap kasus kejahatan.

"Kalau enggak ditangkap itu kegagalan polisi buat nangkap. Kenapa kalau proyektil dipublikaskan, tapi pas gagal nangkap orang enggak mengakui," ucapnya.

Hingga saat ini, penembak korban tewas dalam kerusuhan 22 Mei, Harun Al-Rasyid belum tertangkap. Polri mengklaim pelaku menggunakan senjata non-organik atau senjata bukan untuk keperluan militer. Hal itu diketahui dari kaliber proyektil yang ditemukan oleh penyidik Polri.

Polisi telah melakukan uji balistik terhadap dua proyektil yang ditemukan di badan saat autopsi, yakni proyektil dalam tubuh Harun Al Rasyid berkaliber 9,17 mm dan Abdul Aziz berkaliber 5,56 mm. Sementara untuk penembak Harun Al-Rasyid, polisi telah mengantongi ciri-cirinya, yakni tinggi badan 175 cm, berbadan kecil dan berkulit muka gelap.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement