Ahad 07 Jul 2019 16:09 WIB

Hasil Purun Diharapkan Bisa Dijual ke Luar Negeri

Berbagai hal sehubungan dengan gambut dipamerkan oleh BRG di Oslo.

Red: Fernan Rahadi
Produk Kerajinan Tangan Ramah Lingkungan Khas Ekosistem Gambut di Festival Indonesia Oslo 29-30 Juni 2019.
Foto: dokpri
Produk Kerajinan Tangan Ramah Lingkungan Khas Ekosistem Gambut di Festival Indonesia Oslo 29-30 Juni 2019.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Festival Indonesia 2019 digelar oleh Kedutaan Besar RI di Oslo 29-30 Juni lalu. Festival Indonesia 2019, yang baru pertama digelar ini adalah merupakan pameran kebudayaan, perdagangan dan pariwisata, yang utamanya menekankan pada produk alami olahan ekosistem gambut dan hutan Indonesia. 

Berbagai hal sehubungan dengan gambut dipamerkan oleh BRG di Oslo dengan tujuan memperkenalkan dan mempromosikan potensi ekosistem gambut kepada dunia, khususnya kepada warga Norwegia. Selain produk kerajinan anyaman yang ramah lingkungan dipamerkan pula produk makanan sehat yang diolah pemuda dari Kabupaten Banyuasin dan Musi Banyuasin, Provinsi Sumatera Selatan serta kain Sasirangan dari Kabupaten Hulu Sungai Utaram Kalimantan Selatan, dengan proses pewarnaan alami.

Kalimantan Selatan adalah provinsi yang memiliki luas lahan gambut seluas 103.556 hektare. Sebanyak 56.468 hektare diantaranya telah mengalami kerusakan. Provinsi ini tersohor dengan pengembangan produk kerajinan anyam lokal yang terbuat dari tanaman Purun (Lepironia articulata), yakni jenis tumbuhan rumput yang hidup liar dan endemic di ekosistem gambut.  Sejak tahun 2017, Badan Restorasi Gambut (BRG) telah mendampingi dan melatih masyarakat desa yang berada di area target restorasi gambut, untuk mengembangkan anyaman Purun tradisional mereka menjadi produk fesyen.

Pengembangan kerajinan Purun membantu pemberdayaan ekonomi kelompok perempuan pengrajin purun di daerah tersebut. Sebelum mendapatkan pelatihan dari Badan Restorasi Gambut (BRG), para pengrajin dan penganyam Purun, yang semuanya memang memiliki kemampuan untuk menganyam tikar ini, tidak mampu mencapai hasil maksimal. Dalam satu hari mereka hanya menghasilkan lima buah tikar yang kalau dijual hanya mendapatkan Rp 20 ribu per anyaman. 

“Kami dari kelompok pengrajin ingin pula kerajinan dari Purun ini bisa jadi sumber penghasilan tetap. Kami ingin supaya hasil purun bisa dijual ke luar negeri” kata Arbaini, salah satu pengrajin anyaman Purun asal Desa Jarenang, Kecamatan Kuripan, Kabupaten Barito Kuala, Provinsi Kalimantan Selatan, yang diajak untuk hadir dan berpartisipasi di acara Festival Indonesia 2019 oleh BRG.

Agar dapat selalu terus memberdayakan kelompok perempuan dan pengrajin Purun dari ekosistem gambut ini, BRG menjalin kerja sama dengan designer Merdi Sihombing dari Eco-fesyen. Para pengrajin diundang untuk mengikuti lokakarya pengembangan kerajinan anyaman dan kain sasirangan alami, yang menggunakan tanaman dan buah-buahan yang berada disekitar lahan gambut. 

“Dengan adanya pelatihan dari Pak Merdi, kerajinan ini berkembang. Sebelumnya kami hanya bikin tikar, tas dan dompet biasa, tapi sekarang sudah bisa buat tas dan dompet yang lebih bagus lagi. Harapan kita supaya pengrajin semakin maju dan ekonomi di rumah tangga lebih baik,” kata Arbaini.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement