Senin 08 Jul 2019 09:23 WIB

Migran Minta Segera Dievakuasi Keluar dari Libya

Migran khawatir dengan keselamatan mereka di pusat penahanan Libya.

Rep: Puti Almas/ Red: Ani Nursalikah
Pusat penahanan migran di Tajoura, di timur Tripoli, Libya hancur karena serangan udara, Rabu (3/7).
Foto: AP Photo/Hazem Ahmed
Pusat penahanan migran di Tajoura, di timur Tripoli, Libya hancur karena serangan udara, Rabu (3/7).

REPUBLIKA.CO.ID, TRIPOLI -- Eskalasi konflik di Libya membuat banyak migran yang tertahan di negara itu menuntut evakuasi untuk keluar dari negara itu sesegera mungkin. Sebelumnya, juga terjadi serangan udara di pusat penahanan yang berlokasi di Ibu Kota Tripoli dan membuat lebih dari 50 orang tewas dan setidaknya 130 lainnya terluka.

Migran yang berada di pusat tahanan juga melakukan aksi mogok makan untuk menuntut evakuasi segera dilakukan. Mereka meminta diselamatkan dari kemungkinan serangan-serangan lainnya.

Baca Juga

“Selamatkan kami dari kematian, selamatkan kami dari bom selanjutnya. Meski kami selamat saat ini, tapi kami masih menjadi target,” ujar pernyataan para migran di pusat penahanan kepada VOA, Senin (8/7).

Serangan udara yang terjadi di pusat penahanan migran di Tripoli terjadi pada 3 Juli, menyusul konfik yang terjadi antara pasukan Tentara Nasional Libya (LNA) pimpinan Khalifa Haftar serta pasukan pemerintah yang didukung oleh PBB. Sejak awal tahun ini, LNA telah melancarkan serangan untuk merebut wilayah Ibu Kota tersebut.

Pada 1 Juli lalu, LNA juga mengatakan akan memulai pengeboman besar-besaran yang menargetkan Ibu Kota dengan alasan 'cara tradisional' perang telah usai. Meski demikian, kelompok itu membantah keterlibatan dalam insiden serangan di pusat penahanan imigran kali ini. 

Pihak berwenang mengatakan sekitar 600 orang berada di pusat tahanan migran ketika serangan udara menghantam lokasi tersebut. Sejumlah orang di lokasi bahkan mencoba membobol pintu untuk melarikan diri dari pengeboman yang berlangsung. Penjaga juga membiarkan mereka pergi.

Sebelumnya, Amnesty Internasional mengatakan ada bukti pusat penahanan migran berlangsung di dekat gudang senjata militer. Organisasi kemanusiaan tersebut juga memperingatkan seiring kekerasan yang meningkat masih ada warga sipil yang berada di sekitar lokasi. Namun, pihak berwenang mengatakan tidak ada target militer yang sah di wilayah tersebut.

Atas insiden ini, PBB mengumumkan akan memulai evakuasi. Namun, sejumlah migran mengatakan jika mereka hanya dipindahkan ke pusat penahanan lainnya di Libya, maka mereka masih berada dalam bahaya.

“Jika mereka membawa kami ke pusat penahanan lain, kami tak akan pergi, kami ingin keluar dari negara ini,” ujar perwakilan migran yang melakukan aksi protes.

Libya saat ini dikenal menjadi titik awal utama bagi para migran Afrika yang melarikan diri dari konflik atau kemiskinan di negara asal mereka dengan berlayar melintasi Laut Mediterania untuk mencapai Eropa. Penjaga pantai sering mencegat perahu yang menuju Italia dan menahan para penumpang.

Ribuan migran ilegal dan pencari suaka ditempatkan di pusat-pusat penahanan seperti yang ada di Tajoura. Namun, banyak aktivis melaporkan mereka yang ditahan berada dalam kondisi tidak manusiawi.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement