Senin 08 Jul 2019 10:51 WIB

Suami Baiq Nuril: Kami akan Ajukan Amnesti

Pengajuan amnesti untuk Baiq Nuril dilakukan atas anjuran presiden.

Rep: M Nursyamsi/ Red: Indira Rezkisari
Terpidana kasus pelanggaran UU ITE Baiq Nuril menjawab sejumlah pertanyaan wartawan setelah menjalani sidang perdana pemeriksaan berkas memori PK di Pengadilan Negeri Mataram, NTB, Kamis (10/1/2019).
Foto: Antara/Dhimas B Pratama
Terpidana kasus pelanggaran UU ITE Baiq Nuril menjawab sejumlah pertanyaan wartawan setelah menjalani sidang perdana pemeriksaan berkas memori PK di Pengadilan Negeri Mataram, NTB, Kamis (10/1/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Suami Baiq Nurul Maknun, Lalu Muhammad Isnaeni (40), mengaku sangat sedih dan kecewa dengan putusan Mahkamah Agung (MA) yang menolak peninjauan kembali (PK) kasus Baiq Nuril. Mereka mengaku tidak menyangka PK Baiq akan ditolak.

"Iya ditolak, sangat sedih dan kecewa sekali, awalnya tidak menyangka akan ditolak karena bukti-bukti sudah kita diserahkan," ujar Isnaeni saat dihubungi Republika dari Jakarta, Senin (8/7).

Baca Juga

Isnaeni menyampaikan akan melakukan berbagai upaya agar istrinya bisa bebas dari tuduhan kasus pelecehan pada pertengahan 2012, saat itu Nuril masih berstatus sebagai pegawai honorer di SMAN 7 Mataram.

"Sesuai dengan instruksi Bapak Presiden kemarin, kita akan mengajukan amnesti," kata Isnaeni.

MA menolak pengajuan PK yang diajukan oleh Baiq Nuril, terpidana dalam kasus penyebaran konten bermuatan asusila. Alasan yang diajukan oleh pihak Baiq Nuril dalam mengajukan PK dinilai bukan sebagai alasan yang tepat, melainkan hanya mengulang fakta yang sudah dipertimbangkan pada putusan sebelumnya.

"PK Baiq Nuril ditolak, artinya putusan pengadilan tingkat pertama sampai tingkat kasasi sudah benar. Perbuatan pidananya terbukti secara sah dan meyakinkan," ujar Ketua Bidang Hukum dan Humas MA, Abdullah, saat dikonfirmasi melalui pesan singkat, Jumat (5/7).

Abdullah menerangkan, alasan yang digunakan oleh pihak Baiq Nuril dalam mengajukan PK bukanlah alasan yang tepat. Alasan yang diajukan oleh Baiq Nuril, kata Abdullah, hanya mengulang-ulang fakta yang telah dipertimbangkan dalam putusan sebelumnya.

Ditolaknya PK ini memperkuat vonis di tingkat kasasi yang menghukum Baiq Nuril enam bulan penjara dan denda Rp 500 juta subsider tiga bulan kurungan.

November tahun lalu Republika mengunjungi rumah Isnaeni dan Nuril di Perumahan BPH Telagawaru, Kecamatan Labuapi, Kabupaten Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat (NTB). Dalam perbincangan saat itu, Isnaeni memang sangat mengharapkan bantuan Presiden demi membebaskan istrinya. Isnaeni meminta presiden turun tangan membantu kasus yang menimpa istrinya. Baiq Nurul, eks staf tata usaha di SMAN 7 Mataram, divonis Mahkamah Agung (MA) bersalah karena dianggap menyebarkan rekaman percakapan asusila dengan hukuman enam bulan kurungan penjara dan denda Rp 500 juta.

"Saya mohon Bapak Presiden mau mengulurkan tangannya supaya bisa melihat rakyatnya yang sedang mengalami ketidakadikan," ujar Isnaeni.

Isnaeni mengatakan, istrinya tidak menyebarluaskan rekaman percakapan asusila. Adapun perekaman percakapan yang dilakukan Nuril merupakan bentuk perlindungan diri dari perbuatan tidak senonoh.

"Istri saya tidak bersalah dan menjadi korban, malah dianggap bersalah, sedangkan orang yang ngomong cabul tidak diproses, malah diberikan kenaikan pangkat jabatan," lanjutnya.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement