REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pada akhir 1960-an, seorang penjelajah dan penulis, Peter Levi bersama Bruce Chatwin menulis buku tentang Afghanistan: The Light Garden of the Angel King. Di dalamnya, mereka menulis tentang Menara Jam yang terletak di seberang Sungai Hari. Arus Sungai Hari sendiri sangat deras. Sementara, pegunungan di sekitar Menara Jam bersusun harmonis.
Menara Jam, tulis Levi, berdiri elegan. Menara ini berbentuk pensil dengan warna cokelat biskuit yang berhias inskripsi turkuwaz di bagian tengahnya. Ia di bangun di tempat di mana suara muazin bisa terdengar lantang karena suaranya dipantulkan dinding-dinding alam sekitarnya.
Dari bawah, kekokohan, detil, dan kedalaman inskripsi benar-benar menakjubkan. Dari atas, menara ini seperti keajaiban sederhana yang tampak proporsional dengan bebatuan di sekitarnya.
Menara ini berdiri di atas tanah berlapis bebatuan yang bisa dilihat ratusan meter ke depan. Di seberang sungai, ada bekas reruntuhan kastil. Bila dilihat dari udara saat berada dalam penerbangan dari Chagcheran ke Herat, jelas terlihat pegunungan di utara menara sangat menantang dan tak mudah dilalui.
Konservasi situs-situs bersejarah di Afghanistan dan Pakistan tampaknya memang gagal. Sebuah laporan menyebut, artefak-artefak berumur 10 ribu tahun dari situs Mehrgarh dekata Quetta, Pakistan di selundupkan ke pasar gelap di Roma.
Mehrgarh jelas-jelas merupakan salah satu situs warisan tertua dunia di Asia Tengah. Ini adalah wilayah pertanian pertama bagi suku nomaden yang diprediksi jadi bagian peradaban Lembah Indus selama seribu tahun.
Tantangan utama UNESCO di sana adalah menghadapi pemerintah yang tidak berdaya mempertahankan situs warisan sejarahnya dengan melawan pasukan militer Taliban.