REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu mengajak seluruh pihak waspada terhadap peningkatan aktivitas terorisme yang terjadi di Filipina Selatan. Situasi gangguan keamanan di Filipina Selatan saat ini relatif meningkat karena ada ancaman dari kelompok teroris Daulah Islamiah.
Daulah Islamiah merencanakan serangkaian aksi serangan bom bunuh diri, penculikan, dan penyerangan di negara tersebut. Modus operasi dan pola bergerak mereka serupa ini sudah sering mereka lakukan.
Misalnya, mereka menculik ABK kapal berbendera asing yang berlayar di dekat perairan Filipina selatan untuk dimintai tebusan uang atau tuntutan bernuansa politik. "Selama ini inisiatif ada di tangan teroris, kita hanya menunggu di bom saja, sekarang tidak boleh lagi, inisiatif harus kita ambil, tidak boleh inisiatif berada di tangan teroris," kata Ryamizard saat membuka gelaran seminar IIDSS 2019, di Jakarta, Senin (8/7).
Jarak antara garis perbatasan Indonesia dan Filipina selatan bisa dibilang sangat dekat. Secara kultural, kedekatan itu juga telah terjalin sejak lama, sejak Kesultanan Sulu berkuasa di kawasan itu.
"Untuk mengantisipasi dampak tersebut (sampai ke Indonesia), kita harus waspada dan siaga," kata Ryamizard.
Pada sisi lain, Indonesia dan Filipina memiliki perjanjian kerja sama pengamanan perbatasan laut dan maritim yang senantiasa ditingkatkan kualitasnya. Kementerian Pertahanan, kata dia, sudah menyiapkan latihan serta operasi darurat gabungan bekerjasama dengan pasukan khusus Filipina dan Malaysia agar pelaku dan jaringan teror tidak menyebar.
Ryamizard menekankan, para teroris itu tidak melakukan ajaran agama Islam yang sejati, melainkan sekelompok yang biasanya tercipta karena ada konflik di suatu negara. "Islam adalah ajaran yang damai, tidak ada Islam mengajarkan saling bunuh. Bahkan mereka (para teroris itu melakukan) bom bunuh diri mengajak anaknya, sudah tidak masuk akal," ujar dia.