REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Wadah pegawai Komisi Pemberantasan (WP) Korupsi (KPK) mengharapkan hasil kerja yang signifikan Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) bentukan Kepolisian untuk mengungkap teror yang menimpa penyidik KPK Novel Baswedan. Diketahui, Satgas TGPF dibentuk sejak 8 Januari 2019 oleh Kapolri Tito Karnavian itu berakhir tenggat waktunya pada Senin (8/7) hari ini.
"Sehubungan dengan telah berakhirnya tugas tim pencari fakta yang dibentuk Kapolri, kami berharap ada hasil signifikan dan bukti kuat yang ditemukan tim yang antara lain terdiri dari pakar di bidangnya," kata Ketua Wadah Pegawai KPK, Yudi Purnomo Harahap dalam keterangan tertulisnya, Senin (8/7).
Menurut Yudi, dengan adanya hasil yang signifikan polisi bisa segera menangkap dan menetapkan pelaku sebagai tersangka. Bahkan dalam hitungannya, hari ini merupakan hari ke 818 kasus penyiraman air keras terhadap Novel mangkrak.
"Karena kami pegawai KPK dan tentu saja rakyat Indonesia tentu menanti siapakah pelakunya baik di lapangan maupun jika ada aktor intelektualnya serta motif dibelakangnya," ujarnya.
Yudi juga berharap pengungkapan kasus Novel menjadi pintu masuk kepolisian untuk mengungkap pelaku teror-teror terhadap pegawai KPK lainnya. Khususnya, teror terhadap dua pimpinan KPK beberapa waktu lalu.
"Misalnya peletakan benda di duga bom di rumah Ketua KPK (Agus Rahardjo) dan pelemparan bom molotov di rumah Wakil Ketua KPK (Pak Laode M Syarif)," tuturnya.
Diketahui, sampai hari ini pelaku teror tidak kunjung dapat diungkap oleh tim tersebut. Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana menilai TGPF bentukan Kapolri Tito Karnavian gagal dalam menyelesaikan kasus penyerangan terhadap Novel Baswedan.
"Sebab hingga batas waktu yang telah ditentukan yakni enam bulan pasca resmi didirikan, tim tersebut tidak dapat mengungkap satu pun aktor yang bertanggung jawab atas cacatnya mata kiri penyidik KPK tersebut," kata Kurnia.
Berdasarkan catatan ICW terdapat 91 kasus yang memakan 115 korban dari tahun 1996-2019. Kasus terakhir menimpa dua komisioner KPK yang diteror menggunakan bom.
"Sayangnya negara tidak hadir dalam upaya melindungi warganya untuk berpartisipasi dalam pemberantasan korupsi. Padahal Presiden telah menandatangani Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2018 tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat dan Pemberian Penghargaan dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi," ujarnya.