Senin 08 Jul 2019 16:49 WIB

Amnesty Soroti Pembunuhan Operasi Narkoba Filipina

Amnesty Internasional meminta PBB menyelidiki operasi narkoba Filipina.

Rep: Fergi Nadira/ Red: Nur Aini
Para saksi mata bergiliran bersaksi dalam rapat Senat mengenai meningkatnya pembunuhan di luar proses peradilan yang dilakukan Presiden Filipina Rodrigo Duterte dalam perang lawan narkoba, Selasa, 23 Agustus 2016.
Foto: AP Photo/Bullit Marquez
Para saksi mata bergiliran bersaksi dalam rapat Senat mengenai meningkatnya pembunuhan di luar proses peradilan yang dilakukan Presiden Filipina Rodrigo Duterte dalam perang lawan narkoba, Selasa, 23 Agustus 2016.

REPUBLIKA.CO.ID, MINDANAO -- Salah satu balita Filipina, Ulpina menjadi satu dari ribuan korban yang oleh Amnesty Internasional disebut sebagai kebijakan perang pembunuhan narkoba oleh Presiden Rodrigo Duterte. Amnesty Interbasional meminta PBB untuk melakukan penyelidikan atas pembunuhan tersebut, Senin (8/7).

Kelompok hak asasi manusia juga mengatakan, eksekusi di luar hukum oleh polisi adalah tindakan tidak benar. Hal itu dinilai termasuk skala pelanggaran yang telah mencapai ambang batas kejahatan terhadap kemanusiaan. 

Baca Juga

Dalam kasus lain, melansir Aljazirah, terungkap bahwa seorang tersangka narkoba terbunuh karena menghindari penangkapan, dan terlibat dalam tembak-menembak ketika ia diadang oleh polisi untuk diinterogasi. Ia mengendarai sepeda motornya dengan satu tangan sambil memegang putrinya yang berusia empat tahun, Althea Fhem Barbon dengan tangan kanannya.

Peluru menembus tubuhnya, juga mengenai Althea yang meninggal empat hari setelah penembakan September 2016 di pulau Negros. Satu artikel berita mengklaim tersangka menggunakan Althea sebagai pelindung untuk dirinya, dan umpan yang diduga untuk mengantarkan narkoba. Laporan lain mengatakan, para petugas tidak melihat anak itu ketika mereka menembaki ayahnya.

Ibu Althea, Rowena Lorica mengatakan kepada Aljazirah, bahwa suami dan putri mereka hanya menuju ke taman untuk membeli es krim ketika pembunuhan terjadi. Dia mengaku, suaminya tidak pernah memiliki pistol. Lorica juga mengatakan, beberapa orang menyaksikan penembakan dan melihat dengan mata kepala mereka sendiri, meski terlalu takut untuk memberikan bukti.

Ketika ditanya soal kematian anak-anak selama penggerebekan narkoba, Senator Ronald dela Rosa, mantan kepala polisi Duterte dan penegak perang narkoba, mengatakan, bahwa pihak berwenang tidak pernah berniat untuk menyakiti orang yang tidak bersalah selama operasi anti-narkotika. Polisi Filipina mencatat, bahwa setidaknya 6.600 orang tewas selama paruh pertama masa kepresidenan Duterte selama enam tahu. Mereka meninggal semuanya dalam baku tembak dengan polisi. 

Kelompok hak asasi manusia lainnya mengatakan, jumlah korban tewas telah melampaui 27 ribu dengan banyak kasus dilakukan oleh petugas polisi yang menyamar, atau orang-orang bersenjata yang dikontrak oleh polisi. Pada Senin, Amnesty mengatakan, penyelidikan terbarunya menunjukkan, polisi beroperasi dengan impunitas total ketika mereka membunuh orang-orang dari lingkungan miskin yang namanya muncul di daftar pengawasan obat terlarang yang dibuat di luar proses hukum.

"Tiga tahun kemudian, 'perang melawan narkoba' Presiden Duterte terus menjadi operasi pembunuhan besar-besaran di mana orang miskin terus membayar harga tertinggi," ujar direktur regional Amnesty untuk Asia Timur dan Tenggara Nicholas Bequelin dalam sebuah pernyataan dikutip Aljazirah.

"Sudah waktunya bagi PBB, mulai dengan Dewan Hak Asasi Manusia, untuk bertindak tegas untuk meminta pertanggungjawaban Presiden Duterte dan pemerintahannya," tambahnya.

Amnesty mencatat, penyelidikan terakhir mencakup 27 kematian yang terjadi di provinsi Bulacan, tepat di luar Metro Manila, yang dilakukan antara Mei 2018 dan April 2019. Laporan itu mengatakan, ada "pola" yang sama dalam kasus-kasus itu, di mana polisi mengklaim pembenaran yang sama dari petugas yang menyamar melakukan tindakan membeli narkoba dan tersangka diduga melawan, sehingga mendorong polisi untuk menanggapi dengan kekuatan mematikan.

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement