REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pelaku usaha yang tergabung dalam Asosiasi Industri Rokok Elektrik dan Badan Narkotika Nasional (BNN) diminta berkolaborasi mencegah penyalahgunaan narkoba. Kerja sama tersebut diyakini dapat mempersempit celah oknum yang berusaha memanfaatkan cairan rokok elektrik untuk mengedarkan narkoba kepada masyarakat.
"Asosiasi Industri Rokok perlu bersama Pemerintah memperkuat regulasi dan melakukan edukasi bahaya narkoba, khususnya dengan BNN," kata peneliti Yayasan Pemerhati Kesehatan Publik (YPKP), Amaliyadi, dalam keterangannya di Jakarta, Senin.
Menurut Amaliyadi, perlu peran aktif baik dari pemerintah dan masyarakat, khususnya pengguna rokok elektrik, untuk mengadvokasi bersama bahaya dari penyalahgunaan narkoba. Ia menjelaskan, produk tembakau alternatif, seperti rokok elektrik, dinilai memiliki tingkat risiko kesehatan yang lebih rendah dibanding rokok konvensional. Namun, jika ditambahkan kandungan narkoba maka akan sangat membahayakan pengguna.
Sebelumnya, Asosiasi Personal Vaporizer Indonesia (APVI), Aryo Andrianto, menyatakan siap bekerja sama dengan penegak hukum untuk mencegah peredaran narkoba melalui rokok elektrik. Pemerintah secara resmi memberlakukan cukai untuk cairan atau liquid rokok elektrik pada Juli 2018, seiring potensi dari industri rokok elektrik di Indonesia juga cukup besar.
Awalnya, pengenaan cukai diberlakukan per 1 Juli 2018. Namun, pemerintah merelaksasi sehingga mulai diberlakukan pada 1 Oktober 2018. Cukai akan dikenakan bagi liquid vape produksi domestik dan impor. Impor liquid vape hanya diberikan kepada perusahaan yang mendapatkan izin impor dari Kementerian Perdagangan.
Kementerian Keuangan melalui Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) menargetkan bisa mendapatkan penerimaan negara hingga Rp 2 triliun dari industri rokok elektrik pada 2019.