Senin 08 Jul 2019 23:35 WIB

Yasonna Sebut Amnesti Biasanya untuk Kasus Politik

Namun pengajuan amnesti Baiq Nuril adalah opsi paling memungkinkan.

Rep: Riza Wahyu Pratama/ Red: Andi Nur Aminah
Terpidana kasus pelanggaran UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) Baiq Nuril memberikan keterangan bersama Menkumham Yasonna Laoly, Anggota DPR Rieke Diah Pitaloka dan kuasa hukumnya usai melakukan pertemuan digedung Kementerian Hukum dan HAM, Jakarta, Senin (8/7).
Foto: Republika/Prayogi
Terpidana kasus pelanggaran UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) Baiq Nuril memberikan keterangan bersama Menkumham Yasonna Laoly, Anggota DPR Rieke Diah Pitaloka dan kuasa hukumnya usai melakukan pertemuan digedung Kementerian Hukum dan HAM, Jakarta, Senin (8/7).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly telah mempertimbangkan pengajuan amnesti bagi Baiq Nuril. Menurutnya, hal itu adalah opsi paling memungkinkan. Walaupun pada kenyataanya, amnesti selama ini diberikan untuk kasus politik, Senin (8/7).

"Amnesti memang dalam perkara yang ada di Indonesia, kejahatannya untuk kasus-kasus politik," kata Yasonna di Kantor Kementerian Hukum dan HAM, Jalan Rasuna Said, Setiabudi, Jakarta Selatan.

Baca Juga

Kemudian, ia menceritakan bahwa amesti pernah diberikan oleh Presiden Pertama, Ir Soekarno. Pada tahun 1954, Soekarno pernah memberikan amnesti untuk pelaku pemberontakan PRRI/Permesta. Ketika itu, amnesti dapat diberikan setelah mendapatkan pertimbangan Mahkamah Agung. "Dulu Bung Karno mengeluarkan Undang-Undang Darurat Republik Indonesia nomor 11 tahun 1954 (tentang amnesti dan abolisi)," ujar Yasonna.

Setelah membaca undang-undang tersebut, Yasonna berpandangan, di dalam pasal satu tidak disebutkan batasan mengenai tindak pidana. Sehingga hal itu menjadi pertimbangan pemberian amnesti kepada Baiq Nuril. "Jadi tidak ada limitasi untuk tidak pidana apapun," ucapnya.