REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mahkamah Agung (MA) menilai perkara dalam permohonan peninjauan kembali (PK) yang diajukan oleh Baiq Nuril berbeda dengan perkara dugaan pelecehan seksual yang dialaminya. MA hanya mengadili perkara yang menjadikan Baiq Nuril sebagai terdakwa kasus Undang-Undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
"Menurut peraturan perundang-undangan, bahwa kewenangan MA atau hakim mengadili perkara berdasarkan pasal dan UU yang didakwakan saja. Sedangkan hal-hal yang tidak didakwakan dalam surat dakwaan tidak boleh diadili oleh hakim," ujar Ketua Bidang Hukum dan Humas MA Abdullah di Jakarta, Senin (8/7).
Ia menerangkan, perkara dalam peninjauan kembali (PK) yang diajukan oleh Baiq Nuril, sebagai terdakwa, berupa dakwaan tunggal. Dakwaan itu terkait pasal 27 ayat 1 jo pasal 45 ayat 1 UU No. 11/2008 tentang ITE atau biasa disebut UU ITE.
"Terhadap tindak pidana yang lain atau terkait adanya dugaan pelecehan seksual yang dilakukan oleh pihak lain terhadap saudara Baiq Nuril adalah perkara tersendiri," kata dia.
Menurutnya, kasus dugaan pelecehan seksual yang dialami oleh Baiq Nuril harus diproses tersendiri. Proses hukum tersendiri yang dimulai dari penyidikan oleh kepolisian, kemudian penuntutan oleh kejaksaan, dan terakhir dilimpahkan ke pengadilan untuk disidangkan.
"Saudara Baiq Nuril telah melaporkan hal tersebut (kasus dugaan pelecehan seksual) ke Polda NTIB sebagai korban. Selanjutnya perkara tersebut menjadi kewenangan penyidik dalam hal ini kepolisian apakah perkara tersebut dilanjutkan atau tidak," jelasnya.
Sebelumnya, MA menolak pengajuan PK yang diajukan oleh Baiq Nuril, terpidana dalam kasus penyebaran konten bermuatan asusila. Alasan yang diajukan oleh pihak Baiq Nuril dalam mengajukan PK dinilai bukan sebagai alasan yang tepat, melainkan hanya mengulang fakta yang sudah dipertimbangkan pada putusan sebelumnya.
"PK Baik Nuril ditolak, artinya putusan pengadilan tingkat pertama sampai tingkat kasasi sudah benar. Perbuatan pidananya terbukti secara sah dan meyakinkan," ujar Ketua Bidang Hukum dan Humas MA, Abdullah, saat dikonfirmasi melalui pesan singkat, Jumat (5/7).
Abdullah menerangkan, alasan yang digunakan oleh pihak Baiq Nuril dalam mengajukan PK bukanlah alasan yang tepat. Alasan yang diajukan oleh Baiq Nuril, kata Abdullah, hanya mengulang-ulang fakta yang telah dipertimbangkan dalam putusan sebelumnya.
Ditolaknya PK ini memperkuat vonis di tingkat kasasi yang menghukum Baiq Nuril enam bulan penjara dan denda Rp500 juta subsidier tiga bulan kurungan. Dalam kasus ini, Baiq Nuril mengaku mendapat pelecehan pada pertengahan 2012. Saat itu, Nuril masih berstatus sebagai pegawai honorer di SMAN 7 Mataram.