REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Balai Penelitian dan Pengembangan Kementerian Agama (Balitbang Kemenag) melakukan penelitian untuk menemukan tingkat pemahaman literasi keagamaan mahasiswa di beberapa Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri (PTKIN). Penelitian ini melibatkan 400 mahasiswa dari empat PTKIN dan menyasar mahasiswa jurusan Pendidikan Agama Islam (PAI) semester enam.
“Dari empat PTKIN yang kami teliti, UIN Jakarta menjadi PTKIN dengan pemahaman literasi keagamaan yang paling tinggi,” ujar salah satu peneliti, Muhammad Rosadi di Jakarta, Selasa (9/7).
Tingginya pemahaman literasi keagamaan di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, kata Rosadi merujuk pada beberapa hal, salah satunya karena UIN Jakarta merupakan PTKIN terbaik, dan memiliki pengajar profesional, serta sistem seleksi masuk yang ketat. Banyaknya lulusan Madrasah Aliyah (MA) di UIN Jakarta juga menjadi faktor pendukung, ujar Rosadi.
“Selain itu, ditemukan bahwa semakin tinggi pendapatan orang tua, maka semakin tinggi tingkat pemahaman literasi keagamaan responden,” tutur dia.
Meski menjadi perguruan tinggi dengan pemahaman literasi keagamaan tertinggi, nyatanya minat literasi mahasiswa UIN Jakarta berada di tingkat terendah dibandingkan UIN Bandung, UIN Banten dan IAIN Cirebon. Sedangkan UIN Bandung, meski berada di posisi kedua dalam tingkat pemahaman literasi agama, namun memiliki minat literasi yang paling tinggi.
“Minat literasi UIN Jakarta sangat rendah, baik itu membawa maupun mengakses informasi dari internet. Berbeda dengan UIN Bandung yang punya minat baca dan akses informasi yang tinggi,” jelas Mahmudah Nur, salah satu peneliti lain.
Penelitian ini menunjukkan, 90.9 persen mahasiswa lebih suka memperoleh informasi keagamaan dari video-video ceramah di internet. Sedangkan koran atau artikel cetak merupakan sumber literasi yang paling jarang dipilih mahasiswa.
“Riset ini memberi gambaran bahwa ada perubahan dalam aspek pengetahuan, sikap, dan perilaku mahasiswa,” ujar Ketua Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Agama (Balitbang Kemenag), Rahman Mas’ud.
“Ada yang disebut tren mengenyam literasi keagamaan, dan ini jelas berbeda dengan tren sebelumnya,” tambah dia.
Tingginya kecenderungan para milenial untuk mendapatkan informasi keagamaan melalui internet merupakan bukti bahwa kini ceramah di masjid sudah jarang diminati. Fakta ini juga sejalan dengan temuan UIN Jakarta yang diterbitkan Februari ini dalam buku berjudul "Masjid di Era Milenial: Arah Baru Literasi Keagamaan" yang menyebut, anak-anak muda tidak lagi tertarik dengan konten dakwah yang disampaikan di masjid.