REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi I DPR Meutya Hafid mengatakan penanganan WNI mantan anggota kelompok bersenjata ISIS agar ditangani dengan pendekatan humanis. Meutya pernah dijadikan sandera oleh pejuang Irak saat bekerja sebagai jurnalis televisi.
"Sisi kemanusiaan itu mutlak untuk pendekatan dalam persoalan terorisme," kata Meutya dalam diskusi bertema "Para Pengejar Mimpi ISIS: Layakkah Mereka Kembali?" di Jakarta, Selasa (9/7).
Meutya ketika itu disandera selama 10 hari. Dalam tawanan Meutya mengamati aktivitas para penyandera.
Menurut dia, walau bagaimanapun mereka selaku kelompok yang dicap sebagai teroris tetapi tetap memiliki jiwa kemanusiaan karena sejatinya mereka adalah manusia.
"Terkait penanganan pelaku terorisme, kita bicara manusia juga. Saya pasti selamat dari penyanderaan karena tetap ada sisi kemanusiaan pada mereka. Kalau tidak ada kemanusiaan mungkin saya tidak selamat," kata dia.
Sementara itu, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Suhardi Alius mengatakan mantan ISIS jika memang kembali ke masyarakat Indonesia tidak boleh dipinggirkan.
"Jangan hadapi dengan kekerasan juga. Hal yang keras kita hancurkan akan jadi sel-sel lain. Dihancurkan memang hancur betul kemudian jadi sel baru, jadi virus lagi. Sebaiknya masuk pelan pelan, lembutkan dari dalam maka mereka ikut kemauan kita," kata dia.