REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), Syafruddin Arsyad Temenggung resmi menghirup udara bebas pada Senin (9/7) malam setelah Mahkamah Agung (MA) mengabulkan permohonan kasasi terdakwa dalam kasus korupsi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) tersebut.
Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Kurnia Ramadhana meminta Komisi Yudisial dan Badan Pengawas Mahkamah Agung untuk memeriksa hakim yang mengadili perkara Syafruddin Arsyad Tumenggung. "Jika ditemukan adanya pelanggaran maka hakim tersebut harus dijatuhi hukuman," kata Kurnia dalam pesan singkatnya, Rabu (10/7).
Kurnia mengatakan, sesungguhnya, langkah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang menggiring praktik rasuah ini ke ranah pidana sudah tepat. Alasannya ada mens rea dari pemegang saham pengendali Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI), Sjamsul Nursalim ketika menjaminkan aset yang seolah-olah bernilai sesuai dengan perjanjian Master of Settlement Acquisition Agreement (MSAA) akan tetapi di kemudian hari ternyata ditemukan bermasalah.
"Logika pihak-pihak yang selalu menggiring isu ini ke hukum perdata dapat dibenarkan jika selama masa pemenuhan kewajiban dalam perjanjian MSAA pihak yang memiliki utang tidak mampu untuk melunasinya, bukan justru mengelabui pemerintah dengan jaminan yang tidak sebanding," terang Kurnia.
Ihwal putusan pun, lanjut Kurnia, ada tiga putusan pengadilan yang membenarkan langkah KPK. Mulai dari praperadilan, pengadilan tingkat pertama, dan pada fase banding, ketiganya bahkan menyatakan bahwa langkah KPK yang menyimpulkan bahwa perkara yang melibatkan Syafruddin Arsyad Tumenggung, murni pada rumpun hukum pidana telah benar.
"Jadi tidak ada landasan hukum apapun yang membenarkan bahwa perkara ini berada dalam hukum perdata ataupun administrasi," tegasnya.
MA mengabulkan permohonan kasasi Syafrudin. Dalam putusan kasasi bernomor perkara 1555K/pid.sus 2019 itu disebutkan, Syafrudin terbukti melakukan perbuatan sesuai dakwaan yang ditujukan kepadanya, tetapi perbuatan tersebut bukan merupakan tindak pidana. Sebelumnya, Syafrudin telah dijatuhi hukuman 15 tahun pidana penjara dan denda Rp 1 miliar subsider tiga bulan kurungan oleh Pengadilan Tinggi DKI dalam putusan banding.