Rabu 10 Jul 2019 08:04 WIB

Bebaskan Syafruddin, Putusan MA Dinilai Aneh Bin Ajaib

Di tingkat banding, Syafruddin divonis 15 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar.

Mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Syafruddin Arsyad Temenggung memberikan keterangan kepada wartawan di Rutan KPK, Jakarta, Selasa (9/7).
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Syafruddin Arsyad Temenggung memberikan keterangan kepada wartawan di Rutan KPK, Jakarta, Selasa (9/7).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mahkamah Agung mengabulkan permohonan kasasi mantan ketua Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Syafruddin Arsyad Temenggung. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pun kaget melihat putusan tersebut. Bahkan lembaga antikorupsi ini menilai putusan MA aneh.

"KPK merasa kaget karena putusan ini `aneh bin ajaib', karena bertentangan dengan putusan hakim PN (pengadilan negeri) dan PT (pengadilan tinggi)," kata Wakil Ketua KPK Laode M Syarif di Jakarta, Selasa (9/7).

Dalam putusan di tingkat banding, Syafruddin divonis 15 tahun pidana penjara dan denda Rp 1 miliar subsider tiga bulan kurungan. Terpidana kasus dugaan korupsi penerbitan Surat Keterangan Lunas Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (SKL BLBI) itu kini bisa bebas setelah adanya putusan MA.

Menurut Syarif, pendapat berbeda tiga hakim MA di tingkat kasasi merupakan yang pertama kali terjadi. Ketua majelis Salman Luthan sependapat dengan pengadilan di tingkat banding. Hakim anggota I, Syamsul Rakan Chaniago, berpendapat bahwa perbuatan terdakwa merupakan perbuatan hukum perdata. Sementara, hakim anggota II berpendapat bahwa perbuatan terdakwa merupakan perbuatan hukum admi nistrasi.

Bahwa Syafruddin dianggap terbukti melakukan perbuatan sesuai yang didakwakan. "Namun, para hakim MA berbeda pendapat bahwa perbuatan terdakwa, sebagai pidana (Salman Luthan), perdata (Syamsul Rakan Chaniago), dan administrasi (Mohamad Askin)," ujar dia. Kendati demikian, KPK secara institusi menghormati putusan MA.

MA mengabulkan permohonan kasasi Syafruddin. Dalam putusan kasasi bernomor perkara 1555K/pidsus 2019 itu disebutkan, Syafruddin terbukti melakukan perbuatan sesuai dakwaan yang ditujukan kepadanya, tetapi perbuatan tersebut bukan merupakan tindak pidana.

"SAT terbukti melakukan perbuatan sebagaimana didakwakan kepadanya, tetapi perbuatan itu tidak merupakan suatu tindak pidana," ujar Ketua Bidang Hukum dan Humas MA, Abdullah, di gedung MA, Jakarta.

Abdullah mengatakan, amar putusan ini juga menyatakan membatalkan putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta yang mengubah amar putusan tindak pidana korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Berdasarkan putusan tersebut, hakim meminta jaksa mengeluarkan SAT dari tahanan.

Pihak keluarga Syafruddin beserta kuasa hukum mengaku bersyukur atas putusan MA. "Syukur kepada Allah SWT, intinya kami bersyukur (dikabulkan kasasi oleh MA) dan akan berusaha mengeluarkan (dari tahanan) Pak SAT," kata kuasa hukum Syafruddin, Hasbullah.

Syafrudin keluar tahanan pada Selasa malam dengan tersenyum. Syafrudin tampak membawa buku yang ia tulis selama di tahanan. "Saya mengucapkan puji syukur ke hadirat Allah SWT bahwa saya bisa di luar sekarang dan ini adalah satu proses perjalanan panjang," ujar dia.

photo
Wakil Ketua KPK Saut Situmorang memberikan tanggapan soal putusan Mahkamah Agung yang membebaskan terdakwa kasus korupsi Surat Keterangan Lunas (SKL) Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) Syafruddin Arsyad Temenggung di gedung KPK, Jakarta, Selasa (9/7/2019).

Jalan terus

Wakil Ketua KPK Saut Situmorang menyatakan pengusutan kasus BLBI akan jalan terus. Dia mengatakan, dalam penanganan perkara ini, KPK telah melewati perjalanan yang sangat panjang. KPK akan terus berupaya membongkar kasus BLBI dan ingin mengembalikan kerugian keuangan negara yang sangat besar.

KPK sangat memahami upaya pemberantasan korupsi sering kali berada di jalan yang terjal. "Kerja belum selesai dan KPK akan terus berupaya menjalankan tugas dan amanat publik ini sebaik-baiknya," kata Saut.

Saut mengatakan, penyelidikan kasus yang merugikan negara hingga Rp 4,58 triliun ini pertama dilakukan sejak Januari 2013. KPK melakukan penyidik an pertama untuk tersangka Syafruddin pada Maret 2017 dan berlanjut sampai saat ini. Bahkan, selama proses penanganan perkara ini, KPK melakukan penye lidikan, penyidikan, hingga penuntutan dengan sangat berhati-hati dan ber dasarkan hukum.

Menurut Saut, dengan jelas dan tegas Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat dan PT DKI Jakarta juga telah memutus dengan pertimbangan kuat. PT DKI Jakarta menjatuhkan hukuman 15 tahun penjara untuk terdakwa tanpa dissenting opinion (perbedaan pendapat) di antara para hakim. "Bahkan, KPK juga membuka penyidikan baru dengan tersangka Sjamsul Nursalim," ujar dia.

Saut menambahkan, KPK juga membangun kerja sama lintas negara dengan otoritas di Singapura sebagai ikhtiar untuk mengem balikan kerugian negara Rp 4,58 triliun. Selain itu, KPK juga terus memastikan upaya yang sah secara hukum tidak akan berhenti.

"Sehingga, KPK akan mempelajari dan segera menentukan sikap yang pada prinsipnya adalah akan melakukan upaya hukum biasa atau luar biasa dalam kerangka penanganan perkara ini," kata Saut. (dian fath risalah/ronggo astungkoro, ed:mas alamil huda)

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement