REPUBLIKA.CO.ID, SEOUL -- Mahasiswa Australia Alek Sigley (29 tahun) yang dibebaskan pekan lalu setelah ditahan di Korea Utara (Korut) membantah tuduhan ia seorang mata-mata, Selasa (9/7).
"Tuduhan saya adalah mata-mata adalah (sangat jelas) salah. Satu-satunya bahan yang saya berikan kepada NK News adalah apa yang dipublikasikan untuk umum di blog, dan hal yang sama berlaku untuk outlet media lainnya," kata Sigley di Twitter, Selasa.
Sigley yang sedang belajar di Pyongyang hilang sejak 25 Juni. Kemudian ia dikeluarkan dari negara itu pada 4 Juli, setelah pejabat Swedia membantu menengahi pembebasannya.
Media pemerintah Korut mengeluarkan pernyataan yang menyatakan Sigley telah mengakui melakukan tindakan mata-mata dengan bekerja dengan media asing, termasuk NK News, sebuah situs khusus mengenai Korut.
Sigley melanjutkan dengan mengatakan seluruh situasi yang terjadi membuat dirinya sangat sedih. Sebab dia tidak akan dapat menyelesaikan gelar master yang tengah ia raih di Universitas Kim Il Sung di Pyongyang.
"Saya masih sangat tertarik dengan Korut dan ingin melanjutkan penelitian akademis dan pekerjaan lain yang terkait dengan negara itu. Tapi saya saat ini tidak memiliki rencana mengunjungi negara itu lagi, setidaknya dalam jangka pendek," katanya dalam twit lainnya.
Perusahaannya, Tongil Tours, akan membatalkan semua tur ke Korut sampai ada pemberitahuan lebih lanjut. "Saya mungkin tidak akan pernah lagi berjalan di jalanan Pyongyang, sebuah kota yang sangat istimewa di hati saya. Saya mungkin tidak akan pernah lagi melihat guru dan mitra saya di industri perjalanan, yang saya anggap teman dekat. Tapi itulah hidup," tulisnya.