REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Duta Besar Brasil untuk Indonesia Rubem Barbosa menyebut pemindahan ibu kota negara dapat memberikan banyak manfaat. Di antaranya pemerataan penduduk dan ekonomi. Itu dirasakan Brasil saat memindahkan ibu kota negara dari Rio de Janeiro ke Brasilia.
Menurut Barbosa Brasilia saat ini merupakan kota dengan pendapatan per kapita tertinggi di Brasil. Hal ini sama sekali tidak direncanakan. Brasilia juga menjadi tujuan utama migrasi penduduk.
"Sebagian besar penduduk dari utara, termasuk Rio juga, datang ke Brasilia. Intinya pemerintahan menarik minat banyak sekali orang," ujarnya dalam diskusi Pindah Ibu Kota Negara: Belajar dari Pengalaman Sahabat di Gedung Bappenas, Jakarta, Rabu (10/7).
Barbosa menjelaskan, ide utama membangun Brasilia sebagai ibu kota negara baru adalah keharusan bagi pemerintah untuk pemerataan populasi dalam kaitannya dengan memaksimalkan wilayah yang dimiliki negara. Hal ini menjadi dasar, selain perkembangan Rio de Janeiro yang terlalu cepat sehingga tidak dapat mengakomodasi pemerintahan lagi, seperti Jakarta.
Berbeda dengan Indonesia, Barbosa menambahkan, pemerintah Brasil harus membangun Brasilia dari awal. Jaraknya sekitar 1.200 kilometer dari Rio de Janeiro dengan kondisi tanpa infrastruktur, termasuk jalan dan rel kereta.
Oleh karena itu, pemerintah Brasil harus melakukan operasi besar-besaran yang membutuhkan waktu sekitar 3,5 tahun. "Dari yang awalnya untuk mengakomodasi 1 juta penduduk, tapi sekarang sudah 3,3 juta penduduk," kata Barbosa.
Selain pemerataan penduduk dan ekonomi, manfaat lain yang dirasakan Brasil setelah melakukan pemindahan ibu kota adalah integrasi wilayah yang lebih baik. Selain pembangunan infrastruktur di Brasilia, lokasinya yang terletak di tengah-tengah negara menciptakan dampak tersebut.
Duta Besar LBPP RI untuk Brasil 2010-2015 Sudaryomo Hartosudarmo mengatakan, tidak ada kerugian ekonomi yang dialami Rio de Janeiro akibat pemindahan ibu kota. Di sisi lain, Brasilia mengalami dampak positif yang signifikan.
Sekarang, Brasilia sudah berkembang dengan dampaknya adalah perkembangan kota-kota satelit di sekitarnya. Sudaryomo mencatat, setidaknya ada 20 kota kecil yang mengalami pertumbuhan dalam sektor industri dan jasa pariwisata. "Kota-kota kecil itu menjadi pusat industri baru, perdagangan dan pariwisata," ujarnya.
Dalam catatan Kementerian Perencanaan dan Pembangunan Nasional (PPN)/ Bappenas, efek pengganda ekonomi atas pemindahan ibu kota Brasil, terutama output multiplier, mencapai 2,93. Artinya, setiap 1 Real Brazil (BRL) penambahan investasi akan menambah output sebesar 2,93 BRL.
Dari sisi pekerjaan pun juga terdampak. Akibat pemindahan ibu kota Brasil, employment multiplier sebesar 1,7 terhadap pekerjaan swasta yang tercipta dari setiap penambahan pekerjaan di sektor publik.
Menteri PPN/ Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro mengatakan, dampak ini yang diharapkan dapat terjadi ketika ibu kota Indonesia pindah ke Kalimantan nantinya.
Saat ini, Bambang mencatat, Pulau Jawa menjadi rumah bagi 150 juta dari 260 juta penduduk Indonesia. Kontribusi ekonominya mencapai 58 persen, sedangkan sisanya terbagi di semua wilayah luar Pulau Jawa. Bahkan, kalau spesifik ke wilayah Jabodetabek, kontribusinya dapat mencapai 20 persen.
Artinya, Bambang menjelaskan, apabila kondisi tersebut terus dibiarkan tanpa ada upaya serius, ketimpangan akan semakin melebar. Terlebih, data pada kuartal pertama menunjukkan, pertumbuhan ekonomi di Pulau Jawa lebih cepat dibandingkan luar Pulau Jawa. "Jadi, selain dominan, pertumbuhan mereka lebih cepat," ujarnya.
Secara logika matematika sederhana, Bambang mengatakan, ketimpangan akan semakin besar seiring berjalannya waktu. Oleh karena itu, pemerintah melakukan berbagai upaya. Salah satunya, memindahkan pusat pemerintahan ke luar Pulau Jawa.