REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Putri Presiden keempat RI Abdurrahman Wahid, Yenny Wahid, mengingatkan petinggi Nahdlatul Ulama (NU) untuk tidak terjebak dalam politik praktis. Ia mengimbau agar para pimpinan ormas Islam terbesar di Indonesia tersebut tidak terkesan seolah-olah meminta jatah kursi di kabinet pemerintahan selanjutnya.
"Tapi saya juga mengimbau pada petinggi-petinggi NU untuk tidak terjebak pada retorika seolah-seolah dipahami kita menuntut kursi kabinet dan sebagainya," jelas Yenny usai menghadiri puncak acara peringatan HUT ke-73 Bhayangkara di kawasan Monas, Rabu (10/7).
Yenny menyampaikan, yang terpenting bagi warga NU adalah suara mereka tetap didengar pemerintah. Kendati begitu, menurut Yenny, tidak lantas dengan mendukung 'bagi-bagi kursi' dan berebut jatah menteri di kabinet.
"Banyak lembaga survei menunjukkan bahwa hampir 50 persen lebih umat Islam mengaku berafiliasi dengan NU. Artinya, ketika kader NU ditunjuk di kabinet, artinya itu jadi representasi dari sebagian besar umat," katanya.
Menurutnya, NU tetap menjaga sinergi dengan pemerintah baik dengan memiliki kader di kabinet atau pun tidak. NU, kata dia, tetap memberikan masukan yang membangun dan kritik yang membangun pula.
"Ketika pemerintahannya siapa pun NU harus mampu bekerja sama dan mampu menjaga jarak yang sehat," katanya.
Di sisi lain, Ketua Umum PBNU, Said Aqil Siroj sekali lagi menyatakan kesiapan organisasinya untuk menyerahkan nama-nama calon pengisi kabinet bila diminta Presiden Jokowi. Said menyebutkan bahwa secara kelembagaan, NU diisi oleh tokoh-tokoh profesional yang siap mengisi kursi menteri di bawah kepemimpinan Jokowi sebagai presiden terpilih pilpres 2019.
"Kita kalau diminta ya siap. Berapa saja yang dibutuhkan. Insya Allah ada semua," kata Said.
Said bahkan menyebut kalau kader NU tidak hanya cocok mengisi jabatan Menteri Agama seperti yang sudah-sudah. Menurutnya, jabatan menteri lain pun bisa saja diisi tokoh dari ormas Islam terbesar di Indonesia tersebut.