REPUBLIKA.CO.ID, UNGARAN -- Fenomena embun beku yang berdampak pada tanaman kentang di kawasan dataran tinggi Dieng rupanya bisa menjadi berkah. Inilah yang dirasakan sebagian petani kentang di Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang.
Saat ini, mereka bisa meraup untung lebih besar dari kenaikan harga kentang di tingkat petani. Peningkatan keuntungan ini didapat setelah pasokan kentang dari wilayah penghasil di dataran tinggi Dieng sedang terganggu.
“Saat ini, momentum yang paling bagus bagi petani yang membudidayakan kentang di wilayah Kopeng, Kecamatan Getasan ini,” jelas Suryono, salah seorang petani kentang di Dusun Thekelan, Desa Batur, Kecamatan Getasan, Rabu (10/7).
Ia menuturkan produktivitas kentang yang ada di Kecamatan Getasan memang tidak sebanyak produktivitas di dataran tinggi Dieng. Ini karena luas lahan budidaya kentang di Getasan relatif lebih sedikit.
Harga kentang tingkat petani di Getasan selama ini hanya berkisar Rp 6.000 hingga Rp 7.000 per kilogram. Namun, situasi yang dihadapi para petani kentang di kawasan dataran tinggi Dieng saat ini justru mendongkrak harga jual kentang petani yang ada di Getasan.
Harga kentang hasil panen petani di Getasan bisa melonjak hingga Rp 10 ribu per kilogram dalam beberapa pekan terakhir. “Kentang varietas granola yang saya panen ini laku Rp 10 ribu per kilogram,” ungkap Suryono.
Saat ini, produksi kentang dari para petani yang ada di Kecamatan Getasan jamak diambil para pedagang dan dijual di Terminal Agribisnis Ngasem, Jetis, Kecamatan Bandungan. “Sebagian hasil panen para petani di Getasan ini juga diambil para juragan sayuran dari Kabupaten Magelang,” ujarnya.
Hal ini diamini oleh Hartini, petani dari Dusun Batur lainnya. Menurutnya selain harga jual yang sedang membaik, produktivitas kentang di Getasan, khususnya Dusun Batur juga sedang bagus-bagusnya.
Ia mengungkapkan, selama ini produktivitas kentang di Getasan rata-rata 15 hingga 16 ton per hektare. Tetapi kentang varietas granola mampu menghasilkan rata-rata 17,4 ton per hektare.
Ia mengasumsikan, dari sisi harga jual saja petani sudah mendapatkan keuntungan Rp 3.000 per kilogram. Keuntungan itu belum dihitung dari sisi produktivitasnya kendati situasi seperti ini tidak berlangsung terus-menerus, tapi hanya pada waktu tertentu.
“Bisa dibilang kami ini juga kecipratan untung dari kondisi yang terjadi di Dieng,” kata wanita 50 tahun itu.