REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Salah satu ciri khas arsitektur masjid adalah mihrab. Mihrab adalah sebuah ceruk menjorok ke dalam yang menjadi tempat imam memimpin shalat. Arah mihrab juga dipakai sebagai penanda arah masjid ke kiblat.
Biasanya, mihrab dibangun agak cukup luas. Di samping kirinya diletakkan mimbar sebagai tempat melaksanakan khutbah. Secara bahasa, mihrab bermakna gedung tinggi. Arti lain dari mihrab adalah pagar.
Mihrab menurut sebagian pendapat ulama diartikan sebagai tempat untuk memerangi setan dan hawa nafsu. Menurut pendapat ini, kata mihrab diambil dari al-harb yang bermakna perang.
Mihrab juga diartikan sebagai bagian dari masjid untuk menempa manusia agar selalu dalam kebenaran dan menghindarkan diri dari kesibukan dunia.
Menurut Ensiklopedi Islam, mihrab disebut lima kali dalam Alquran. Empat dalam bentuk tunggal dan satu dalam bentuk jamak. Masing-masing kata mihrab disebut dalam Alquran surah Ali Imran ayat 37 dan 39, surah Maryam ayat 11, surah Sad ayat 21, dan surah Saba ayat 13.
Syahrudin El Fikri dalam Sejarah Ibadah menyebutkan dalam surah Ali Imran ayat 37, mihrab disebut dalam kisah Nabi Zakaria AS saat menemui Maryam.
Maryam dikisahkan berada dalam sebuah mihrab. Saat Nabi Zakaria AS datang menemuinya sudah ada makanan di sisi Maryam di dalam mihrab tersebut. Maryam menjelaskan jika makanan itu datangnya dari Allah SWT.
Kata mihrab dalam ayat 39 surah Ali Imran juga menerangkan fungsi mihrab sebagai tempat shalat Nabi Zakaria AS. Begitu juga pada surah Maryam ayat 11, mihrab digunakan Nabi Zakaria AS sebagai tempat munajat kepada Allah SWT.
Keterangan ini menjelaskan jika mihrab sudah ada sejak sebelum Islam datang. Mihrab digunakan oleh para nabi sebelum Nabi Muhammad SAW.
Beberapa menyebutkan jika mihrab adalah tradisi Nasrani yang dilarang pada zaman Nabi Muhammad SAW. Hal tersebut kurang berdasar. Pasalnya, Nabi Muhammad SAW adalah penerus risalah para nabi pendahulunya.
Menurut ahli hukum dari Baghdad, Abul Taiyib a-Tabari, mihrab sendiri sejatinya adalah tradisi Islam yang sudah dimulai sejak zaman Nabi Daud AS.
Di Masjid Nabawi sendiri terdapat mihrab, namun para ahli sejarah Islam berbeda pendapat apakah mihrab tersebut sudah ada sejak zaman Nabi Muhammad SAW atau sesudahnya. Menurut Ibrahim Rafa'at Pasya, mihrab yang beratap lengkung lebih lagi memiliki ukiran seperti sekarang dapat dipastikan tidak ada di zaman Nabi Muhammad SAW.
Beberapa pendapat mengatakan jika mihrab Masjid Nabawi baru ada di zaman Umar bin Abdul Azis saat menjadi gubernur Madinah pada era khalifah al-Walid I.
Pendapat ini dikuatkan oleh as-Suyuti yang menyebut dalam kitabnya I'lan al-Adib bi Hudusi Bid'ah al-Maharib yang menerangkan jika mihrab dalam Masjid Nabawi tidak ada pada era Nabi SAW dan para Khulafaurrasyidin.
Sementara, pendapat lain dikemukakan oleh sejarawan Islam, al-Maqrizi yang menyebutkan seorang gubernur pada pemerintahan Muawiyah bin Abu Sufyan telah memerintahkan pembuatan mihrab dalam masjid di Mesir dengan bentuk atap lengkung (mihrab mujawwaf).
Dalam Masjid Nabawi sendiri saat ini ada enam mihrab, yakni mihrab Nabi SAW yang terletak di bagian Raudah. Kedua, mihrab Utsmani, Mihrab Sulaimani, Mihrab Tahajud, Mihrab Fatimah, dan Mihrab Tarawih. Masing-masing memiliki fungsinya sendiri.
Saat ini, mihrab sudah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari bangunan masjid. Meski tidak selalu berbentuk atap lengkung. Pada bangunan tempat shalat yang kecil seperti mushala juga selalu ada mihrab.
Di Indonesia, letak mihrab terletak di ujung bangunan masjid di sebelah Barat berseberangan dengan pintu masuk. Biasanya terdapat mimbar di dalam mihrab dan di atasnya dihiasi lukisan kaligrafi ayat-ayat Alquran maupun kalimat zikir.