Rabu 10 Jul 2019 20:09 WIB

Teguran Sebelum Hukuman

Teguran harus menjadi prosedur pertama yang lazim dijalani sebelum dijatuhkan sanksi.

Red: Agung Sasongko
Takwa (ilustrasi).
Foto: blog.science.gc.ca
Takwa (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Abu Manshur Abd al-Malik bin Muhammad bin Ismail menulis sebuah karya yang berkenaan dengan pengelolaan potensi yang ada pada diri seseorang. Melalui kitab yang berjudul as-Syakwa Wa al-Itab Wama Waqa li al-Khillan wa al-Ashhab, tokoh kelahiran Nisabur, Iran, tersebut mencoba mengupas topik-topik itu.

Menurut dia, sebagaimana yang terdapat di hadis riwayat Anas bin Malik RA, Rasulullah tidak pernah menegur—dalam konotasi negatif—selama ia tinggal dan membaktikan diri kepada Rasulullah. "Saya mengabdi kepada Rasulullah selama 10 tahun. Beliau tidak pernah berkata 'uff' , tidak pernah mencela apa yang dibuat, dan tidak pernah marah," kata Anas yang dijuluki Khadim ar-Rasul (pembantu Rasulullah).

Riwayat lain menyebutkan, kesalahan apa pun yang diperbuat tak sepantasnya disebarluaskan sekalipun pelanggaran yang dilakukan adalah zina. "Jika pembantu perempuan kalian berzina, berlakukanlah had, dan janganlah kalian mempermalukannya (di hadapan publik)," demikian sabda Rasulullah.

Menurut Abu ad-Darda'—seperti dinukil Ats-Tsa'alabi—teguran santun di kondisi tertentu tetap dibutuhkan, tanpa menghilangkan arti sebuah hubungan atau mungkin menafikan estetika pergaulan. Dengan teguran-teguran 'bersahabat' itu, diharapkan mampu mempertahankan hubungan yang telah terjalin apik.