REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar hukum pidana Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar menilai pelepasan Syafruddin Arsyad Temenggung sangat mengherankan. Hal itu disampaikan menyusul putusan Mahkamah Agung (MA) yang mengabulkan permohonan kasasi atas kasus korupsi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).
"Sebagi putusan pidana dari peradilan tertinggi harus kita hormati. Tetapi pelepasan terhadap SAT (Syafruddin Arsyad Temenggung) dengan alasan bukan tindak pidana ini sangat mengherankan," ucap Fikar Hajar saat dihubungi Republika.co.id, Rabu (10/7).
Dalam kasus ini, kata Fikar Hajar, Syafruddin adalah sebagai pejabat publik yakni, Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN). Karena itu kebijakan BLBI yang merugikan negara masuk dalam wilayah hukum publik.
Anggapan bahwa perbuatan Syafruddin sebagai perbuatan keperdataan sangat mengherankan. Sebab, objek pemidanaan Syafruddin sebagi pejabat publik merupakan penyimpangan penggunaan dari BLBI.
"Kerugian negara bukan kerugian dalam konteks wanprestasi keperdataan, tetapi penyimpangan penggunaan. Jadi menurut saya, putusan ini sangat aneh," ungkapnya.
Fikar Hajar menjelaskan kedudukan sebagai penuntut umum tidak bisa PK (Peninjauan Kembali). Jika terdapat perbuatan dan kerugian, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dapat menggugat melalui kerugian perdata baik dengan dasar perbuatan melawan hukum (PMH pasal 1365 KUHPerdata).
"Maupun atas dasar Wanprestasi atas perjanjian Master of Settlement Acquisition Agreement (MSAA)," tuturnya.
Diketahui, Mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), Syafruddin Arsyad Temenggung resmi menghirup udara bebas pada Senin (9/7) malam. MA mengabulkan permohonan kasasi Syafrudin.
Dalam putusan kasasi bernomor perkara 1555K/pid.sus 2019 itu disebutkan, Syafrudin terbukti melakukan perbuatan sesuai dakwaan yang ditujukan kepadanya. Tetapi perbuatan tersebut bukan merupakan tindak pidana.
Padahal, sebelumnya Syafruddin telah dijatuhi hukuman 15 tahun pidana penjara dan denda Rp 1 miliar subsider tiga bulan kurungan oleh Pengadilan Tinggi DKI dalam putusan banding.
Mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), Syafrudin Arsyad Temenggung resmi menghirup udara bebas Selasa (9/7) malam. Pantauan Republika.co.id, dengan mengenakan kemeja putih dan peci hitam Syafrudin keluar dari Rumah Tahanan (Rutan) yang berada di belakang Gedung Merah Putih KPK Jakarta, pada pukul 19.56 WIB.
Dengan terus tersenyum, Syafrudin juga tampak membawa sebuah tas. Tas itu ternyata berisi sebuah buku yang ia tulis selama berada di rutan. "Saya mengucapkan puji syukur ke hadirat Allah SWT. Bahwa saya bisa di luar sekarang dan ini adalah satu proses perjalanan panjang," kata Syafrudin di depan Rutan KPK, Jakarta, Selasa (9/7).
Ia mengatakan terlihami oleh perjalan Nelson Mandela dalam bukunya yang berjudul Long Walk To Freedom. Lebih lanjut, ia menegaskan selalu kooperatif dalam mengikuti proses hukum kasusnya, mulai dari tahap penyidikan, penuntutan di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi, banding di Pengadilan Tinggi DKI Jakarta, hingga kasasi di Mahkamah Agung. Bahkan sampai dirinya mendekam di penjara selama satu tahun enam bulan 19 hari.
"Saya yakin memang ada titik di ujung terowongan yang gelap, saya bisa menemukan titik itu sendiri dan alhamdulillah yang kami mintakan dikabulkan dan ini adalah satu yang bersejarah bagi saya. Karena sebagai mantan ketua BPPN saya sudah menyelesaikan urusan itu dan sudah diselesaikan diaudit oleh BPK tahun 2006. Jadi setelah selesai itu saya tidak tahu lagi tiba-tiba tahun 2017 jadi tersangka," tutur Syafrudin.