Kamis 11 Jul 2019 02:46 WIB

Pemindahan Ibu Kota Negara Atasi Ketimpangan Wilayah

Ketimbangan bidang ekonomi jadi pertimbangan pemindahan ibu kota.

Rep: Amri Amrullah/ Red: Indira Rezkisari
Menteri PPN/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro memaparkan rencana pemindahan ibu kota dalam diskusi nasional di Kementerian PPN/Bappenas, Jakarta, Rabu (26/6/2019).
Foto: Antara/Galih Pradipta
Menteri PPN/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro memaparkan rencana pemindahan ibu kota dalam diskusi nasional di Kementerian PPN/Bappenas, Jakarta, Rabu (26/6/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Saat ini denyut ekonomi Indonesia ada di Jakarta dan sekitarnya, atau Pulau Jawa secara umum. Alhasil, Pulau Jawa menjadi pulau yang sangat padat, dengan kegiatan ekonomi yang sangat tinggi, dan terjadi ketimpangan. Lantaran itulah, demi mengatasi ketimpangan dan mencipta kenyamanan bagi penghuninya, wacana pemindahan ibu kota negara pun digulirkan.    

Menteri PPB/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro dalam Diskusi Media Forum Merdeka Barat (FMB) 9 bertajuk "Pindah Ibu Kota Negara: Belajar dari Pengalaman negara Sahabat", bertempat di Ruang Rapat Benny S Mulyana, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Badan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Rabu (10/7), memaparkan bahwa saat ini ekonomi 58 persen ada di pulau Jawa. Dan sisanya, sambung dia, ada di wilayah luar Jawa.

Baca Juga

“Bahkan khusus di Jabodetabek, kontribusi ekonominya 20 persen. Apabila hal ini dibiarkan, ketimpangan akan semakin meluas, karena pertumbuhan ekonomi di Pulau Jawa sudah terlalu cepat. Jawa menjadi dominan dan ketimpangan dengan wilayah lain menjadi semakin besar,” tuturnya.

Menyadari bahwa ketimpangan memang menjadi persoalan, Menteri Bambang mengatakan, pemerintah sudah melakukan berbagai upaya. Yakni di antaranya dengan melakukan industrialiasai di luar Jawa atau hilirasasi hasil perkebunan. Kemudian, pemerintah juga mengembangkan kawasan ekonomi khusus, kawasan industri, dan kawasan strategis pariwisata.