Kamis 11 Jul 2019 11:51 WIB

Bangladesh tak Bisa Terus Tampung Pengungsi Rohingya

Bangladesh dan Myanmar sepakati repatriasi Rohingya selama dua tahun mulai 2017.

Rep: Rossi Handayani/ Red: Ani Nursalikah
Suasana perumahan di Kamp Pengungsi Rohingya di Propinsi Sittwe, Myanmar.
Foto: Edwin Dwi Putranto/Republika
Suasana perumahan di Kamp Pengungsi Rohingya di Propinsi Sittwe, Myanmar.

REPUBLIKA.CO.ID, DHAKA -- Mantan sekretaris jenderal PBB Ban Ki-moon memperingatkan, Bangladesh yang menampung populasi besar Rohingya, tidak dapat diharapkan terus menjadi tuan rumah bagi kelompok minoritas tersebut.

"Tidak mungkin bagi Bangladesh menjadi tuan rumah sejumlah besar Rohingya untuk waktu yang lama," kata Moon mengatakan pada kantor berita resmi Sangbad Sangstha dalam kunjungannya ke kamp sementara Rohingya di distrik Cox's Bazar selatan, Rabu (10/7).

Baca Juga

Lebih dari 730 ribu Rohingya melarikan diri dari Myanmar ke negara tetangga Bangladesh. Ini setelah tindakan keras tentara pada 2017 yang menurut para penyelidik PBB mereka dieksekusi dengan niat genosida, termasuk pembunuhan massal, pemerkosaan geng, dan pembakaran yang meluas.

Moon juga mengkritik Myanmar karena keengganannya mengizinkan Rohingya yang dianiaya kembali ke negara asal mereka. Menurut sebuah laporan oleh Ontario International Development Agency, dari 25 Agustus 2017, hampir 24 ribu Muslim Rohingya dibunuh oleh pasukan negara Myanmar.

Dalam laporan berjudul Forced Migration of Rohingya: The Untold Experience terungkap lebih dari 34 ribu Rohingya juga dibakar, sementara lebih dari 114 ribu lainnya dipukuli. Selain itu, sekitar 18 ribu perempuan dan gadis Rohingya diperkosa oleh tentara dan polisi Myanmar. Kemudian lebih dari 115 ribu rumah Rohingya dibakar dan 113 ribu lainnya dirusak.

Pemerintah Myanmar membantah tuduhan penganiayaan terhadap Rohingya. Mereka menyatakan kampanye militernya di seluruh Negara Bagian Rakhine utara adalah tanggapan terhadap serangan pemberontak Rohingya.

Menunjuk solusi permanen dari krisis, Moon mengatakan repatriasi yang aman, dan bermartabat dari para pengungsi adalah suatu keharusan bagi solusi harmonis krisis Rohingya. "Pemerintah Myanmar harus berbuat lebih banyak agar Rohingya dapat kembali ke tanah air mereka tanpa takut akan penganiayaan," kata Moon.

Ini bukan pertama kalinya pertanyaan tentang kemampuan Bangladesh menerima lebih banyak pengungsi muncul. Pada Maret, Menteri Luar Negeri Bangladesh Shahidul Haque mengatakan kepada Dewan Keamanan PBB negaranya tidak akan lagi berada dalam posisi mengakomodasi lebih banyak orang dari Myanmar.

Bangladesh dan Myanmar menandatangani perjanjian repatriasi pada November 2017 dengan jangka waktu dua tahun untuk mengembalikan para pengungsi Rohingya ke Myanmar. Pemulangan itu ditunda karena kekhawatiran global tentang keselamatan Rohingya di negara asal mereka.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement