Kamis 11 Jul 2019 13:31 WIB

Korsel Minta AS Jadi Penengah Sengketa Dagang dengan Jepang

Pembatasan perdagangan oleh Jepang dapat merusak rantai pasokan global.

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Ani Nursalikah
Warga Korea Selatan (Korsel) menginjak kardus yang menyimbolkan produk Jepang di depan Kedubes Jepang di Seoul, Korsel, Jumat (5/7). Warga Korsel protes keputusan Jepang membatasi ekspor.
Foto: AP Photo/Ahn Young-joon
Warga Korea Selatan (Korsel) menginjak kardus yang menyimbolkan produk Jepang di depan Kedubes Jepang di Seoul, Korsel, Jumat (5/7). Warga Korsel protes keputusan Jepang membatasi ekspor.

REPUBLIKA.CO.ID, SEOUL -- Korea Selatan (Korsel) meminta bantuan Amerika Serikat (AS) dalam sengketa pembatasan ekspor bahan baku berteknologi tinggi dengan Jepang. Menteri Luar Negeri Korsel Kang Kyung-wha telah membahas masalah ini dengan Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo melalui telepon.

Kang menyampaikan pandangannya pembatasan perdagangan oleh Jepang dapat merusak rantai pasokan global, dan kerja sama trilateral antara kedua negara. Kementerian Luar Negeri Korsel menyatakan, Pompeo memahami posisi Korsel dan sepakat untuk membantu memfasilitasi komunikasi melalui saluran diplomatik antara Washington, Seoul, dan Tokyo.

Baca Juga

″(Menteri Kang) menyatakan keprihatinannya pembatasan perdagangan Jepang tidak hanya akan menimbulkan kerusakan pada perusahaan kami, tetapi juga dapat mengganggu rantai pasokan global dan menyebabkan efek negatif tidak hanya bagi perusahaan AS tetapi juga terhadap tatanan perdagangan global," ujar Kementerian Luar Negeri Korsel dalam sebuah pernyataan, Kamis (11/7).

Kementerian Luar Negeri Korsel menyatakan, pembatasan ekspor tersebut dapat menganggu kerja sama bilateral antara Korsel dan Jepang. Selain itu, persoalan ini juga bisa berdampak terhadap kerja sama tiga arah antara Korsel, AS, dan Jepang.

Wakil Kepala Kantor Keamanan Nasional Kepresidenan Korsel, Kim Hyung-chong telah tiba di Washington pada Rabu (10/7). Dia mengatakan kepada wartawan bahwa, kunjungannya kali ini akan bertemu pejabat AS untuk membahas perselisihan dagang antara Korsel dan Jepang. Kim tiba di AS sehari setelah Presiden Korsel Moon Jae-in mendesak Jepang untuk menahan diri dan menyelesaikan masalah secara diplomatis.

"Saya datang karena ada banyak masalah bilateral antara Korsel dan AS untuk dibahas dalam pertemuan di Gedung Putih dan juga Senat," ujar Kim.

Ketika ditanya apakah Korsel akan meminta AS menjadi penengah dalam sengketa perdagangan dengan Jepang, Kim mengatakan, masalah itu juga akan dibahas. Pekan lalu, Tokyo memperketat proses persetujuan untuk pengiriman photoresists dan bahan sensitif lainnya ke perusahaan Korsel. Perusahaan elektronik Korsel membutuhkan bahan tersebut untuk menghasilkan semikonduktor dan layar tampilan yang digunakan di TV dan smartphone.

Dalam beberapa pekan terakhir ketegangan diplomatik dua negara karena kerja paksa di masa Perang Dunia II terus meningkat. Ketegangan antara dua sekutu terbesar AS di Asia itu mengancam pasokan chip global.

Para pejabat Jepang mengatakan bahan-bahan tersebut hanya dapat diekspor ke mitra dagang yang dapat dipercaya. Hal ini mengisyaratkan ada risiko keamanan dan transfer ilegal ke Korea Utara (Korut). Korsel membantah klaim tersebut dan menyatakan tidak ada transaksi ilegal terhadap bahan kimia yang diimpor dari Jepang.

Korsel berencana mengajukan keluhan dengan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). Masalah sengketa dagang antara Korsel dan Jepang diangkat dalam pertemuan Goods Council WTO di Jenewa. Dalam pertemuan tersebut, WTO meminta Jepang untuk menarik pembatasan yang dapat berdampak pada produk elektronik global.

Pembatasan ekspor bahan teknologi tinggi itu diumumkan Jepang pekan lalu, saat Korsel mendesak perusahaan Jepang membayar kompensasi kepada korban kerja paksa selama Perang Dunia II. Perusahaan-perusahaan Jepang akan mengeksplorasi cara agar tetap dapat memasok produk mereka ke Korsel melalui pabrik di luar Jepang.

sumber : AP
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement