Kamis 11 Jul 2019 20:30 WIB

Demam Batu Akik Sudah Reda, Bagaimana Kabar Perajin?

Perajin masih bersyukur orderan selalu ada meski demam batu akik sudah reda.

Pedagang batu akik di Pasar Rawa Bening, Jakarta Timur.
Foto: Republika/Rakhmawaty La'lang
Pedagang batu akik di Pasar Rawa Bening, Jakarta Timur.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Demam batu akik sempat menjangkiti masyarakat sekitar lima tahun silam. Saat itu, banyak orang berburu dan mengoleksi aneka warna batu akik.

Bagaimana nasib perajin setelah trennya bergeser? Para perajin batu akik di Pasar Rawa Bening, Jakarta, mengaku orderan sepi seiring memudarnya popularitas batu akik.

"Dibanding dulu, sepi. Dulu sehari saya bisa dapat Rp 500 ribu sampai Rp 700 ribu per hari," kata Pambudi, perajin batu akik di Pasar Rawa Bening, Jakarta, Kamis.

Meski begitu, Pambudi tak lantas memutuskan untuk tutup lapak. Bapak tiga anak itu merasa bersyukur karena setiap hari ada saja orderan dari pelanggan.

"Alhamdulillah, tidak pernah sehari blong (tanpa order). Sekarang, dapat Rp 100 ribu sehari sudah bagus," kata pria asal Brebes, Jawa Tengah itu.

Saat hobi batu akik booming pada lima hingga enam tahun lalu, menurut Pambudi, hampir setiap hari ia kewalahan melayani order. Peminat batu akik mencarinya untuk memoles hingga membentuk batu dari bahan yang berbentuk bongkahan menjadi perhiasan.

Menyusul sepinya orderan, Pambudi pun terpaksa menyesuaikan ongkos poles dan pembuatan batu akik. Ia menurunkan tarif jasanya dari semula di atas Rp 35 ribu per order menjadi Rp 25 ribu per order.

"Saya pernah megang semua jenis batu, mulai akik sampai batu mulia. Yang paling susah itu batu mulia, seperti safir dan rubi," kata perajin yang sudah delapan tahun menekuni usaha itu.

Pambudi berharap bisnis batu mulia dan akik kembali menggeliat tahun ini. Ia ingin bisa menyemarakkan lagi lomba-lomba dan usaha bidang perbatuan mulia.

Maman, perajin batu mulia dan akik lainnya di Pasar Rawa Bening, juga berharap tren batu akik berulang kembali seperti di tahun 2012-2013.

"Sekarang ini masih sama kayak kemarin, sepi. Dulu begitu datang, sudah banyak yang nungguin," kata perajin yang membuka usaha itu sejak 2000.

Dengan kondisi sekarang ini, menurut Maman, setiap harinya hanya mendapatkan paling banyak lima order per hari. Ketika masa keemasan batu akik, ia bisa menggarap sampai 20-an pesanan per hari.

"Mulai akik sampai batu mulia seperti safir, garnet, rubi, saya bisa garap, tetapi model bulat dan manual pengerjaannya. Jadi, lebih lama dan mahal ongkosnya," katanya.

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement