REPUBLIKA.CO.ID, DEN HAAG – Organisasi Pelarangan Senjata Kimia (OPCW) telah membentuk Tim Investigasi dan Identifikasi untuk menyelidiki sembilan serangan di Suriah yang diduga menggunakan senjata kimia. Kota Douma adalah salah satu lokasi yang akan didatangi tim tersebut.
Sebuah dokumen yang disebarkan OPCW ke negara-negara anggotanya mengatakan tim yang dibentuk pada Juni lalu telah mengidentifikasi daftar sementara yang tak lengkap tentang insiden serangan senjata kimia di Suriah antara 2014 dan 2018. Selain di Douma, tim tersebut akan menyelidiki serangan di Al-Tamanah, Kafr-Zita, dan Hama utara. Semua serangan di daerah itu terjadi pada pada 2014.
Tim pun akan bergerak ke Marea dan Aleppo utara untuk mengkaji dugaan serangan senjata kimia yang terjadi pada 2015. Kemudian pada 2017, terdapat tiga serangan di Ltamenah dan Hama yang diduga menggunakan senjata kimia. Tahun lalu, dugaan serangan senjata kimia juga dilaporkan terjadi di Saraqib dan Idlib.
Setelah lebih dari lima tahun, Suriah akhirnya mengakui bahwa mereka melakukan penelitian dan pengembangan agen saraf. “Ini menambah bukti yang berkembang dari deklarasi palsu yang sengaja dibuat Suriah, kemungkinan penghancuran bukti, dan kemungkinan yang mengkhawatirkan bahwa Suriah terus memiliki agen kimia terlarang,” kata Duta Besar Kanada untuk OPCW Sabine Nolke saat bertemu para delegasi organisasi tersebut di Den Haag pekan ini.
Dia berpendapat sulit mengesampingkan kemungkinan bahwa Pemerintah Suriah terlibat atau aktor penggunaan senjata kimia di sana. “Terus memiliki bahan kimia ini oleh Suriah memberikan kepercayaan tambahan untuk tuduhan yang ada penggunaannya oleh rezim,” ucapnya.
Tahun lalu, OPCW telah merilis laporan sementara tentang penyelidikan penggunaan senjata kimia di Douma yang terjadi pada April 2018. Mereka menyebut gas klorin telah digunakan dalam serangan itu dan menewaskan 78 warga sipil.
"Seiring dengan residu eksplosif, berbagai bahan kimia organik yang berklorin ditemukan dalam sampel dari dua tempat, yang mana terdapat rantai penuh penjagaan," kata tim pencarian fakta OPCW dalam sebuah pernyataan pada Juli tahun lalu.
Selain kunjungan ke lokasi kejadian untuk mengumpulkan sampel lingkungan, tim OPCW juga melakukan wawancara dengan saksi serta pengumpulan data. "Tim pencarian fakta akan melanjutkan pekerjaannya guna menarik kesimpulan akhir," katanya.
Laporan sementara itu kemudian dibagikan ke negara-negara penandatangan Konvensi Senjata Kimia dan Dewan Keamanan PBB. Tujuannya agar mereka dapat membaca dan menganalisis sendiri hasil laporannya. Namun sesuai mandatnya, OPCW tak dapat secara langsung menunjuk atau menyebutkan siapa yang bertanggung jawab atas serangan tersebut.
Kendati demikian Amerika Serikat (AS), Inggris, dan Prancis menuding rezim Presiden Suriah Bashar al-Assad sebagai aktor atau dalang aksi penyerangan tersebut. Ketiga negara bahkan sempat melancarkan serangan udara ke Suriah, tepatnya ke Damaskus. Serangan secara khusus menargetkan fasilitas-fasilitas militer yang diyakini menjadi tempat pengembangan senjata kimia rezim Suriah.
Pemerintah Suriah mengecam serangan tersebut. Suriah menyatakan serangan yang dilancarkan AS, Inggris, dan Prancis dengan dalih merespons penggunaan senjata kimia di Douma merupakan kebohongan. Serangan itu, menurut Pemerintah Suriah, merupakan aksi balasan karena proksi teroris yang dikendalikan ketiga negara di Ghouta Timur berhasil ditumpas dan dikalahkan.