Jumat 12 Jul 2019 08:56 WIB

Pertumbuhan Asuransi Jiwa Tahun Ini Diprediksi Rebound

Pertumbuhan asuransi di Asia naik tipis dari 2,3 persen menjadi 4,0 persen

Rep: Muhammad Nursyamsyi/ Red: Nidia Zuraya
Asuransi jiwa (ilustrasi).
Foto: lifeinsurancebyjeff.com
Asuransi jiwa (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ekonom dari Allianz Research, Michaela Grimm mengatakan dampak perang dagang turut menggerus pertumbuhan asuransi di Asia. Namun, pada tahun ini diprediksi, pertumbuhan asuransi jiwa akan mulai rebound.

Grimm menjelaskan pasar premi di Indonesia tumbuh rendah pada 2018. Ini disebabkan oleh adanya penurunan pada pertumbuhan premi asuransi jiwa. Sebaliknya, premi property and casualty (P&C) tumbuh baik, bahkan meningkat dua kali lipat dalam dua tahun terakhir. Meskipun demikian, kata Grimm, segmen P&C menyumbang hanya seperempat dari total kumpulan premi di luar asuransi kesehatan.

Baca Juga

Grimm melanjutkan, pertumbuhan asuransi di Asia, tidak termasuk Jepang, hanya naik tipis 2,3 persen menjadi 4,0 persen pada 2018. Hal ini menjadikan kedua kalinya pertumbuhan asuransi di Asia tertinggal di belakang pertumbuhan global sejak pergantian milenium.

"Pada 2018 tidak menandai akhir dari kisah pertumbuhan Asia. Sebaliknya, pengawasan yang lebih ketat di Cina disambut baik, menandakan fase selanjutnya dari pembangunan yang lebih seimbang dan berkelanjutan, ditambah dengan kemajuan teknologi yang menakjubkan," ujar Grimm dalam keterangan tertulis yang diterima Republika, Kamis (11/7).

Grimm menyebut Cina merupakan pasar yang harus diperhatikan dan menjadi tempat terbaik untuk belajar tentang masa depan industri. Oleh karena itu, Allianz Research memperkirakan tahun ini akan terjadi rebound di Asia, di luar Jepang. Mendorong pertumbuhan premi hingga hampir 11 persen.

Untuk tahun ini, Allianz Research mengharapkan pertumbuhan yang lebih tinggi, dengan pertumbuhan premi sekitar 9 persen secara keseluruhan.

"Pasar asuransi Indonesia masih memiliki banyak ruang untuk mengejar ketinggalan. Premi per kapita mencapai EUR50 pada tahun 2018, setara dengan India. Di sisi lain, penetrasi hanya 1,5 persen. Sebagai perbandingan, penetrasi di Cina sudah mencapai 3,7 persen," ucap Grimm.

Allianz Research berharap pasar asuransi Asia akan terus pulih, dengan perkiraan pertumbuhan premi global akan mencapai lima persen dalam dekade mendatang. Ekspektasi pertumbuhan untuk Asia, tidak termasuk Jepang, lebih tinggi. Kawasan ini dapat tumbuh 9,4 persen per tahun selama dekade mendatang.

Di Indonesia, pertumbuhan pasar total diprediksi sebesar 12,5 persen. Secara rinci: 13,0 persen untuk asuransi jiwa dan 10,7 persen untuk P&C. Secara keseluruhan, sekitar 60 persen dari premi tambahan akan dihasilkan di Asia, tidak termasuk Jepang.

Country Manager dan Direktur Utama Allianz Life Indonesia, Joos Louwerier, mengatakan saat memulai 2018, kondisi cukup bagus. Namun sepanjang tahun, beberapa peristiwa berdampak pada pasar, seperti perang dagang antara AS dan China, kenaikan harga minyak dan kenaikan suku bunga AS.

"Ini berdampak pada pasar asuransi jiwa pada 2018. Namun, kami dapat mengatasi tantangan ini dengan pertumbuhan positif dengan memberikan solusi perlindungan yang inovatif dan layanan yang sangat baik," kata Joos.

Joos menegaskan, Allianz berkomitmen mendukung pemerintah meningkatkan penetrasi keuangan dan memberikan perlindungan kepada lebih banyak masyarakat Indonesia.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement