Jumat 12 Jul 2019 13:04 WIB

Kemenkeu: Cukai Plastik tidak Ganggu Makro Ekonomi

Dampak penerapan cukai plastik terhadap inflasi 0,045 persen

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Nidia Zuraya
Pedagang mengambil kantong plastik di Pasar Senen, Jakarta, Rabu (3/7/2019). Menteri Keuangan Sri Mulyani mengusulkan pemungutan cukai terhadap kantong plastik sebesar Rp 200 per lembar atau Rp 30.000 per kilogram mulai tahun ini.
Foto: ANTARA FOTO/Nova Wahyudi
Pedagang mengambil kantong plastik di Pasar Senen, Jakarta, Rabu (3/7/2019). Menteri Keuangan Sri Mulyani mengusulkan pemungutan cukai terhadap kantong plastik sebesar Rp 200 per lembar atau Rp 30.000 per kilogram mulai tahun ini.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan (BKF Kemenkeu) memastikan, rencana penerapan cukai kantong plastik tidak akan berdampak signifikan terhadap makro ekonomi Indonesia. Baik secara inflasi, pertumbuhan ekonomi hingga daya beli masyarakat.

Kepala Pusat Kebijakan Ekonomi Makro BKF Adrianto menjelaskan, pemerintah sudah melakukan berbagai kajian terkait dampak penerapan cukai terhadap kantong plastik. Di antaranya, besaran inflasi yang timbul.

Baca Juga

"Nilainya kecil, 0,045 persen," ujarnya dalam press briefing di Gedung Kementerian Keuangan, Jakarta, Jumat (12/7).

Adrianto mengakui, pengenaan dari cukai kantong plastik ini akan berdampak pada konsumen. Meski cukai dikenakan pada level produsen, mereka akan mengenakan harga kantong plastik lebih tinggi pada pembeli hingga end user, yakni konsumen. Termasuk masyarakat yang membeli barang di ritel ataupun bahan makanan di pasar.

Tapi, Adrianto menegaskan, rantai dari dampak tersebut tidak akan mengubah pola belanja masyarakat secara signifikan, melainkan lebih pada perubahan pola belanja. Artinya, apabila mereka dulu terbiasa menggunakan plastik, nanti akan mengurangi penggunaan plastik. "Atau bahkan dapat didorong untuk tidak menggunakan sama sekali," katanya.

Adrianto menyebutkan, tidak terjadinya dampak negatif terhadap perekonomian sudah dapat terlihat pada sejumlah daerah yang kini telah menerapkan regulasi pembatasan penggunaan plastik seperti Bali dan Bogor. Kondisi perekonomian di kota-kota tersebut masih baik atau tidak mengalami perlambatan hanya karena menerapkan regulasi baru.

Kepala Pusat Kebijakan Pendapatan Negara BKF Rofyanto Kurniawan menjelaskan, cukai terhadap kantong plastik juga tidak akan menghambat investasi. Sebab, peranannya hanya 6,5 persen dari industri plastik keseluruhan. "Itupun tidak akan habis dan mati, akan ada efisiensi," ucapnya.

Efisiensi yang dimaksud Rofyanto adalah peralihan dari kantong plastik sekali pakai atau kresek. Sebab, produsen dapat menghadirkan pilihan lain bagi konsumen, sehingga memungkinkan terjadinya diversifikasi produk.

Pihak investor yang telah berinvestasi di Indonesia turut mendapatkan dampak dengan memiliki lebih banyak opsi ‘pos’ investasi. "Artinya, industri plastik itu kan luas, tidak harus kresek," kata Rofyanto.

Sebelumya, Kemenkeu telah mengusulkan tarif cukai terhadap kantong plastik di hadapan Komisi XI DPR. Besarannya adalah Rp 30 ribu per kilogram dengan hitungan 150 lembar plastik per kilogram. Artinya, tarif cukai per lembarnya adalah Rp 200.

Dalam usulan tersebut, cukai akan dikenakan terhadap kantong plastik dengan jenis petroleum base atau plastik dengan bahan dasar petroleum. Ditambah dengan pungutan sebelumnya, harga kantong plastik setelah cukai adalah Rp 450 hingga Rp 500 per lembar.

Tapi, Komisi XI DPR meminta Kemenkeu untuk melakukan kajian kembali mengenai rencana cukai kantong plastik. Sebab, dibutuhkan skema penarikan dan pengelolaan yang tepat sasaran agar hasilnya  terhadap penerimaan negara lebih efektif.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement