REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Asosiasi Masyarakat dan Industri Hijau Indonesia (AMIHN) Tommy Tjiptadjaja menuturkan, tidak menutup kemungkinan bagi industri untuk menaikkan harga kantong plastik apabila nantinya cukai jadi diberlakukan. Tapi, kenaikan hanya diberlakukan pada produk tertentu, yaitu kantong plastik di bawah ketebalan tertentu yang kelak masuk kategori kena cukai oleh regulasi dari pemerintah.
Tommy menjelaskan, kenaikan besaran yang dikenakan akan sesuai dengan nominal cukai kantong plastik. Berdasarkan usulan Kementerian Keuangan (Kemenkeu), besarannya adalah Rp 30 ribu per kilogram atau Rp 200 per lembar.
"Ketika dijual, kenaikan harganya segitu juga," ujarnya dalam press briefing di Gedung Kementerian Keuangan, Jakarta, Jumat (12/7).
Penerapan kenaikan harga tersebut bersifat talangan dari industri. Artinya, Tommy mengatakan, produsen akan membayar selisih kenaikan harga kepada pemerintah dalam bentuk cukai. Kemudian, produsen mengenakan harga jual ditambah selisih tersebut kepada pemakai yang lalu diterapkan serupa untuk end user atau konsumen.
Namun, Tommy memastikan, industri tidak akan memaksa pembeli untuk menanggung kenaikan tersebut. Konsumen memiliki opsi untuk mengurangi penggunaan kantong plastik sekali pakai apabila memang tidak perlu. Kalaupun mau pakai, mereka dapat memilih jenis yang degradable sehingga tidak membebani lingkungan seperti plastik konvensional. Apalagi, saat ini sudah banyak produsen tas kain maupun kantong plastik dari bahan daur ulang yang dapat dimanfaatkan konsumen.
Tommy menegaskan, sejak lima tahun terakhir, industri plastik sebenarnya sudah menyadari akan teknologi yang memungkinkan produksi. Tapi, harus dipahami bahwa industri kini tengah berada di persimpangan atau transisi. Oleh karena itu, dibutuhkan waktu untuk mencari solusi yang selaras dan dapat diimplementasikan. "Istilahnya, plastik kini memasuki masa 2.0 di seluruh dunia," tuturnya.
Secara umum, Tommy menambahkan, akan mendukung kebijakan pemerintah yang bersifat peduli lingkungan. Hanya saja, ia berharap agar ada instrumen lain yang menopangnya. Misal, sosialisasi kepada masyarakat mengenai pengelolaan sampah kantong plastik yang tepat.
Saat awal cukai plastik digaungkan, Tommy mengakui, industri agak khawatir mengenai dampaknya terhadap kelangsungan industri plastik hingga nasib karyawan. Tapi, mereka juga membuka mata terhadap filosofi bahwa ada eksternal negatif, terutama dari kantong plastik, yang susah dikoleksi secara ekonomis sehingga tercecer. "Kita belum punya budaya, instrumen lain yang mencegah kebocorannya ke alam," katanya.
Kepala Pusat Kebijakan Ekonomi Makro Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Adrianto menuturkan, rencana penerapan cukai ini berangkat dari kondisi dampak kantong plastik terhadap lingkungan. Banyak cerita mengenai kerusakan lingkungan di pantai akibat tumpukan sampah kantong plastik yang tidak hanya menjadi perhatian pemerintah, juga seluruh komponen.
Adrianto menyebutkan, cukai menjadi instrumen fiskal yang solutif untuk mengatasi permasalahan ini. Sifatnya adalah corrective tax atau pajak yang diarahkan untuk memperbaiki kondisi. Hanya saja, harus diiringi dengan kebijakan lain, terutama edukasi kepada masyarakat.
Dengan penerapan cukai, Adrianto berharap, pemerintah dapat membantu mengubah perilaku masyarakat. Dari banyak mengonsumsi kantong plastik menjadi mengurangi penggunaannya. "Dengan begitu, dampaknya terhadap lingkungan bisa diminimalisasi," ucapnya.