Jumat 12 Jul 2019 14:51 WIB

Kunjungi Malaysia, Susi Teken Perjanjian Illegal Fishing

Penangkapan kapal ikan Malaysia di perairan Indonesia menjadi perhatian Malaysia

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Nidia Zuraya
Bakamla RI Tangkap 4 Kapal Pencuri Ikan Asal Malaysia dan Vietnam di Laut Natuna.
Foto: dok. Puspen TNI
Bakamla RI Tangkap 4 Kapal Pencuri Ikan Asal Malaysia dan Vietnam di Laut Natuna.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan meneken perjanjian Joint Communique bersama Pemerintah Malaysia. Kesepakatan tersebut diambil untuk menyikapi maraknya praktik penangkapan ikan secara ilegal berikut penangkapan yang kerap dilakukan di wilayah perbatasan.

Penandatangan dilakukan oleh Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti, Menteri Pertanian dan Industri Asas Tani Malaysia, Dato' Salahuddin Ayub, Ketua Pengarah Aparat Penguatkuasaan Maritim Malaysia Laksamana Dato Indera Zulkfli Bin Abu Bakar, serta Menteri Dalam Negeri Malaysia Tan Sri Dato' Muhyiddin Yassin,

Baca Juga

Susi Pudjiastuti mengatakan,  upaya Indonesia dalam memberantas illegal, unreported and unregulated fishing memberikan hasil positif. Hal itu dibuktikan dengan kenaikan stok ikan dari 7,3 juta ton di tahun 2013 menjadi 12,54 juta ton di tahun 2017.

"Peningkatan konsumsi ikan per kapita juga ikut naik dari 33,89 kg per kapita pada tahun 2012 menjadi 46,49 kg per kapita di tahun 2017," kata Susi dalam keterangannya, Jumat (12/7).

Kendati demikian, diakui bahwa isu penangkapan kapal ikan Malaysia di perairan Indonesia turut menjadi perhatian Malaysia. Karena itu, kedua negara perlu membuat suatu kesepakatan bersama agar penanganan IUU Fishing dilakukan  secara tepat.

Pihak Malaysia menganggap bahwa nelayan Malaysia banyak ditangkap oleh aparat Indonesia di wilayah laut yang belum disepakati oleh kedua negara atau grey area.

Susi pun menegaskan bahwa penangkapan menurut proses hukum harus diuji keabsahan alat bukti di pengadilan. “Kalaupun diklaim bahwa penangkapan ikan dilakukan di wilayah Malaysia, hal tersebut harus diuji secara hukum di Pengadilan Indonesia," ujarnya.

Pada praktiknya, lanjut Susi, sebagian besar kasus dan alat bukti yang diajukan baik oleh penyidik PSDKP KKP, penyidik TNI AL, dan Kejaksaan sebagai penuntut umum selalu diterima dan dijatuhkan hukuman oleh Pengadilan Indonesia.

Selama ini, alat navigasi Global Positioning System (GPS) kapal ikan Malaysia yang ditangkap di Indonesia menunjukkan, kegiatan penangkapan ikan dilakukan di wilayah Indonesia. Namun, saat hendak ditangkap kapal ikan Malaysia kerapkali melarikan diri ke grey area.

Dalam peristiwa seperti itu, lanjut Susi, aparat Indonesia dapat melakukan hot pursuit hingga sampai di grey area yang diperbolehkan berdasarkan UNCLOS dan UU Perikanan Indonesia. "Penangkapan pun seringkali mendapatkan dukungan dan dari APMM yang juga melakukan pemeriksaan awal di atas kapal ikan Malaysia dan menandatangani titik koordinat penangkapan,” katanya.

Ia menambahkan, pada umunya kapal ikan Malaysia yang ditangkap  aparat Indonesia di wilayah Indonesia merupakan kapal yang lebih besar dari 10 gross ton dan menggunakan alat tangkap trawl. Petugas juga sering menemukan  bahwa awak kapal ikan tersebut bukan berasal dari Malaysia.

Menanggapi itu Tan Dato' Salahuddin Ayub menyatakan pihaknya terbuka untuk menandatangani dokumen kerja sama bilateral. Kendati demikian, ia menyampaikan proses tersebut itu akan memakan waktu karena saat ini Malaysia memiliki pemerintahan baru. Malaysia, kata Salahuddin, harus mengikuti kembali proses birokrasi internal.

Sementara itu, Dato Indera Zulkfli Bin Abu Bakar menambahkan, APMM ingin mempelajari best practices yang dijalankan oleh Satgas 115. Oleh sebab itu, Malaysia menyatakan bakal  membentuk tim baru untuk pembahasan bersama dengan Indonesia mengenai isu-isu yang perlu dituangkan ke dalam Joint Communique dan MoU.

Adapun beberapa isu yang bakal dituangkan dalam perjanjian tersebut yakni terkait isu kapal ikan Malaysia yang ditangkap di perairan Indonesia, encana penandatanganan Joint Communique, serta kesepakatan  kerjasama di bidang kelautan dan perikanan.

Selain itu, kedua negara sepakat melakukan peninjauan kembali MoU terkait Pedoman Umum tentang Penanganan terhadap Nelayan oleh Lembaga Penegak Hukum di Laut Republik Indonesia dan Malaysia.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement