Kamis 21 Feb 2019 15:53 WIB

Dewan yang Terhormat

Suasana sidang anggota dewan ricuh saat merundingkan RUU pengaturan pembatasan impor

Palu Hakim di persidangan (ilustrasi)
Palu Hakim di persidangan (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, Cerpen Oleh: Teguh Firmansyah (Instagram: @teguhthr)

Suasana sidang dewan memanas. Surya menggebrak meja berulang kali sambil mengeluarkan nada umpatan ke anggota dewan yang lain. Ia berdiri dari kursinya. Memandangi satu per satu para peserta sidang dengan sorot matanya yang tajam.

Ia bak raja yang berdiri di depan kongres. Setiap ada anggota yang menyanggahnya Surya selalu mempunyai jawaban dan membuat sang lawan tak berkutik. Lagi pula partainya merupakan mayoritas di dewan yang menguasai dua pertiga kursi.

"Sudah saya bilang, kita tak bisa terus-terusan begini. Kita harus loloskan undang-undang ini," serunya.

Undang-undang tersebut mengatur tentang pembatasan impor. Peraturan ini berulangkali gagal mendapat persetujuan. Pemerintah menolak rancangan peraturan tersebut karena dinilai bisa mendorong kenaikan harga barang.

Jika hal itu terjadi, maka tingkat inflasi akan melonjak. Dan itu tentunya tidak baik bagi pencitraan pemerintahan.

Surya tak habis pikir mengapa anggota dewan selalu kalah berdebat dengan pemerintah dan pada akhirnya gagal meloloskan aturan itu. "Kalian ini digaji oleh uang rakyat," teriaknya. "Kalian tak bisa terus-terusan ikut apa kata pemerintah."

Seperti seorang guru yang mengajarkan muridnya, ia memberikan kertas jawaban pertanyaan-pertanyaan dari pemerintah. Ia pun kembali membagian draf rancangan undang-undang yang telah disusunnya berpekan-pekan.

Surya bahkan harus rela mengurangi waktu tidurnya tiga jam selama satu hari demi peraturan itu. "Sekarang kalian tolong baca lagi, perhatikan dengan benar kata demi kata, jangan sampai ada yang tidak mengerti," pintanya. "Ada yang ditanyakan?" tanya pria kelahiran Jakarta itu.

"Pak Surya, pemerintah selalu bilang kalau kita tak impor maka barang akan mahal dan itu tak bagus bagi konsumen, lalu ini bagaimana?" tanya salah seorang anggota.

"Kita harus selektif pilih impor, kita harus berdayakan produk lokal, itu yang harus kita dorong dalam undang-undang ini," jelas Surya.

Coba bayangkan kalau semua produk impor masuk, bagaimana nasib pengusaha kecil dalam negeri. Apalagi impor bahan pangan secara jor-joran sudah masuk dengan bebas di saat musim panen.

Petani harus menjerit karena harga produk panen mereka yang anjlok, sementara kebutuhan produksi seperti pupuk tak juga turun. "Ini yang harus kita pikirkan, semangat kita adalah membangun produk-produk dalam negeri."

Setelah dua jam rapat, Surya mengakhiri sidang. Ia akan kembali mengagendakan pertemuan dengan pemerintah Senin pekan depan. Harapannya rancangan undang-undang ini dapat disetujui bersama baik dari dewan maupun pemerintah.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement