Malam ini Benu sulit memejamkan matanya. Pikirannya kembali teringat permintaan Surti yang sekarang tengah tidur pulas di sebelahnya. Perempuan yang dinikahi lima bulan lalu itu, empat hari lalu punya permintaan agar dibelikan sebuah cermin yang ukurannya cukup besar.
Bagi Benu, permintaan Surti seperti itu dianggap wajar, sederhana, dan tidak neko-neko. Selain di rumahnya belum ada cermin untuk berkaca atau dandan setiap harinya, jika membeli barang itu tentunya tidak harus mengeluarkan uang banyak. Permintaan istrinya itu pasti bisa dipenuhi.
Karena itu, untuk memenuhi permintaan istrinya itu pagi-pagi Benu sudah berangkat ke kota untuk membeli sebuah cermin. Di sepanjang perjalanan pulang sambil membawa cermin yang diboncengkan dengan sepeda motor tua, hati Benu tiba-tiba merasakan kebahagiaan luar biasa karena bisa memenuhi keinginan istrinya yang baru sekali ini dilontarkan setelah dinikahi.
Cermin dengan ukuran cukup besar itu kemudian dipasang di dalam kamar. Setiap hari cermin itu dipakai untuk berkaca dan dandan Benu sewaktu akan berangkat kerja atau acara lainnya. Begitu pula dengan Surti, merasa amat senang karena sekarang bisa dandan di depan cermin sebagaimana yang diinginkan.
Beberapa pekan kemudian, setelah di rumah itu terpampang sebuah cermin, perubahan pun terjadi. Surti, yang sebelumnya jarang dandan, kini berubah total. Hampir setiap hari dia sering berlama-mana di depan cermin. Melihat perubahan pada diri istrinya itu, Benu pun bertanya-tanya sendiri.
“Sur, boleh aku tanya?” ucap Benu suatu malam ketika akan tidur.
“Mau tanya apa, Mas?”
“Tapi, janji tidak boleh marah ya.”
Surti hanya menganggukkan kepalanya.
“Aku melihat perubahan yang terjadi pada dirimu. Sebelum rumah ini ada cermin kamu jarang dandan, tetapi sekarang tidak demikian. Kamu sering berlama-lama berada di depan cermin.”
Surti tersenyum tipis. Benu ditatap lekat-lekat. “Mengapa masalah seperti itu kamu tanyakan, Mas? Jika setiap hari aku sering di depan cermin dan dandan mestinya Mas merasa senang. Bisa memandang istrinya yang kelihatan bersih, segar, dan tambah cantik. Mestinya begitu.”
Benu hanya diam.
“Mas, sekarang aku yang ganti bertanya. Apa Mas merasa cemburu jika sekarang aku sering berada di depan cermin? Tidak mungkin aku melakukan hal yang tidak semestinya. Percayalah, Mas, cintaku hanya untuk kamu. Sumpah!”
Benu sekarang menarik napas panjang.
“Bukan itu maksudku,” ucapnya kemudian terdengar agak berat.
“Kalau bukan itu, apa yang menyebabkan Mas bertanya seperti itu?”
“Aku hanya merasa heran dengan perubahan yang ada pada dirimu.”
“Mas, setiap kali aku berada di depan cermin dan dandan sebenarnya ini hanya untuk Mas. Maksudku, agar Mas semakin sayang dan cinta padaku. Seperti waktu pacaran dulu,” ucap Surti lalu memeluk Benu erat-erat.
Pembicaraan antara keduanya berhenti sampai di situ. Benu dan Surti lalu tidur. Merangkai mimpi-mimpinya.